Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLH: Perusahaan Harus Ikut PROPER, Banyak yang Belum Patuh

Kompas.com, 8 Juli 2025, 09:53 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mewajibkan perusahaan mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER).

Kualifikasi perusahaan yang wajib mendaftar ialah mengekspor produk, masuk pasar bursa, dan skala kegiatan signifikan berdampak terhadap lingkungan. 

Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan KLH, Rasio Ridho Sani, mengatakan pelaksanaan PROPER diatur dalam Undang-Undang 32 tahun 2029 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pihaknya juga memberikan kesempatan bagi perusahaan yang mengekspor produknya dan masuk dalam pasar bursa secara sukarela dinilai dalam program tersebut.

Baca juga: KLH Perketat PROPER, Klaim Perusahaan Bakal Diikuti Survei Lapangan

"PROPER penting bagi perusahaan karena mereka perlu melaporkan bagaimana kinerja pengolahan lingkungan ke OJK, bahwa mereka menyampaikan kepada publik bagaimana kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang mereka miliki," ungkap Rasio saat ditemui di kantornya, Jakarta Timur, Senin (7/7/2025).

Penilaian, lanjut dia, merupakan rapot bagi perusahaan yang laporan kineja lingkungannya dinilai oleh KLH. Selain itu, bisa membantu lembaga keuangan memahami risiko keuangan dari kinerja lingkungan perusahaan yang termasuk kategori merah atau hitam.

"Tentu risiko keuangannya makin tinggi, kemungkinan besar mereka akan terkena dampak dari penegakan hukum ataupun mitra kerja mereka akan tidak ingin bekerja sama," tutur Rasio.

"PROPER juga sebagai driver untuk inovasi di perusahaan dalam konteks lingkungan hidup maupun inovasi sosial karena perusahaan berperingkat hijau ataupun emas mereka harus melakukan inovasi sosial maupun inovasi dalam bidang lingkungan hidup," imbuh dia.

Baca juga: KLH Desak Perusahaan Kelola Lingkungan lewat PROPER

Tahun ini, KLH menilai 5.476 perusahaan untuk dikategorikan menjadi tingkat hitam, merah, hijau, biru, atau emas. Angka ini lebih banyak dibandingkan 2024 yakni 4.495 perusahaan.

"Di dalam konteks ini dari 4.495 memang kurang lebih 30 persen belum patuh ataupun punya peringkat merah dan hitam, kemudian 4,27 persen dalam penegakan hukum atau tidak beroperasi, biru 59 persen, kuning dan hijau ini adalah 5,7 persen dan emas ini 1,89 persen," jelas dia.

Menurut Rasio, makin banyak perusahaan yang mengikuti penilaian maka makin signifikan terhadap lingkungannya. Pihaknya berfokus pada 198 kawasan industri hingga lokasi di sekitar daerah aliran sungai atau DAS Ciliwung serta Citarum.

KLH turut menggandeng pemerintah provinsi, akademisi, hingga NGO untuk menilai kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan. Tahun ini, KLH pun memperketat PORPER untuk meningkatkan kepatuhan perusahaan.

"Kami menambah aspek penilaian untuk kepatuhan berkaitan dengan pengolahan sampah, karena kami melihat bahwa perusahaan-perusahaan ini punya kontribusi sebesar terhadap pengolahan sampah," ucap dia.

Dengan begitu, limbah dari perusahaan tidak lagi dibuang ke tempat pembuangan sampah yang dikelola pemerintah daerah (pemda). Selain itu, pihaknya juga mengawasi tenant d kawasan industri.

Lainnya, perusahaan sawit yang berperingkat hijau diminta bergabung bersama asosiasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), setiap perusahaan wajib menurunkan emisi, melakukan konservasi biodiversitas, efisiensi energi, gingga melakkan pemberdayaan masyarakat dan tanggap kebencanaan.

Baca juga: KLH: Perusahaan Peringkat Hitam dan Merah pada PROPER Bisa Dicabut Izin Usahanya

Sedangkan penilaian PROPER emas antara lain melakukan eco inovasi, kepemimpinan hijau, memiliki inovasi sosial termasuk program yang berhubungan dengan anak-anak, serta terlibat dalan nilai ekonomi karbon.

Penambahan pada kategori PROPER biru yakni pengendalian pencemaran air dan pemeliharaan sumber air, pengendalian pencemaran udara, pengendalian kerusakan ekosistem gambut, hingga pengelolaan B3.

Rasio menyatakan, perusahaan yang masuk kategori merah dan hitam terancam dicabut izin usahanya. Sebab perusahaan terbukti mencemari dan tidak mengelola lingkungan. Rasio bakal melaporkan ke Deputi Penegakan Hukum KLH untuk mendalami terkait sanksi terhadap perusahaan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau