Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Pesut ke Badak, Bappenas Tekankan Nilai Ekonomi Biodiversitas

Kompas.com, 20 Agustus 2025, 11:33 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Jakarta, Kompas.com - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan, empat strategi kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% melalui keanekaragaman hayati.

Pertama, bio-prospeksi untuk mengoptimalkan sumber daya genetik bernilai ekonomi tinggi melalui inovasi dan teknologi, yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp300 triliun.

"Pesut sebentar lagi punah, badak sudah duluan punah, karena kita tidak tahu bahwa ada nilai-nilai ekonomi yang harus kita hasilkan dari kedua makhluk hidup itu. Dan kedua makhluk itu adalah korban daripada ketidaktahuan kita," ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy dalam acara Peluncuran Status Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia yang disiarkan akun Youtube Bappenas RI, Selasa (19/8/2025).

Baca juga: BMKG: Perubahan Iklim Picu Cuaca Ekstrem di Indonesia

Kedua, penguatan bio-ekonomi melalui pengembangan pangan, energi, dan obat-obatan dari komoditas lokal. Industrialisasi berkelanjutan untuk komoditas lokal seperti sagu, pala, bio-fuel, rumput laut, dan perikanan, kata dia, masih harus ditingkatkan lagi.

Ketiga, pemanfaatan jasa ekosistem seperti udara, jasa lingkungan, dan ekowisata. Keempat, pelaksanaan strategi secara inklusif dengan melibatkan kolaborasi semua pihak.

Menurut Rachmat, keanekaragaan hayati bukan sekadar terkait konservasi, tetapi juga mengenai penggerak ekonomi dan kehidupan kemanusiaan. Kata dia, tanpa nilai ekonomi dan manfaat untuk masyarakat sekitar, kerusakan lingkungan tidak bisa terhindarkan.

Indonesia masih menyimpan potensi bio-ekonomi besar dari komoditas laut bernilai ekspor, ekowisata, sampai penerapan kredit keanekaragaman hayati. Namun, kata dia, pengelolaan potensi tersebut harus diiringi perlindungan kawasan konservasi dan pemulihan ekosistem.

"Dengan begitu, kayanya bisa menjadi motor ekonomis sekaligus warisan alam bagi generasi mendatang dunia," ucapnya.

Baca juga: Pesut Mahakam Tinggal 62 Ekor, Limbah Tambang Jadi Ancaman Besarnya

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Seperti apa kepribadianmu menurut sahabat?
Hangat dan membuat nyaman
Petualang dan berani
Lembut dan sopan
Kencan impianmu?
Nonton film atau serial TV di rumah
Jalan-jalan di taman
Liburan ke pantai
Minuman kesukaanmu?
Kopi dan teh
Mocktail
Soda
Koleksi bajumu didominasi warna apa?
Hitam
Putih
Warna pastel
Jika tidak menjalani profesimu saat ini, kamu mau menjadi apa?
Penulis
Peneliti biota laut
Mengelola kebun bunga
Destinasi liburan yang paling menarik untukmu?
Pantai-pantai di Maldives
Gardens by The Bay Singapore
Kanal gondola di Venezia
Dessert favoritmu?
Tiramisu
Lemon pie
Rose infused cupcake
Seperti apa rumah idamanmu?
Rumah dengan taman dan ruang hijau luas
Rumah mewah di tepi pantai
Rumah bernuansa rustic
Warna lipstikmu sehari-hari
Nude
Nuansa merah
Nuansa pink

Yuk, Ketahui Aroma Parfum yang Cocok dengan Kepribadianmu!

Warm scent
Fresh citrusy/ Aquatic
Floral
Terkini Lainnya
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Pemerintah
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
LSM/Figur
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Swasta
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Pemerintah
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
LSM/Figur
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau