JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto, mengatakan perubahan iklim memicu cuaca ekstrem di Indonesia. Hujan intensitas sedang hingga lebat tercatat melanda beberapa wilayah, meskipun masih musim kemarau.
"Pemanasan global mempercepat siklus hidrologi (menyebabkan) lebih banyak penguapan dan hujan lebih deras," ungkap Guswanto saat dihubungi, Selasa (19/8/2025).
Di beberapa wilayah, lanjut dia, durasi musim hujan cenderung berubah yang memicu musim hujan jadi lebih panjang dan intens. Selain itu, kekeringan dan hujan ekstrem meningkat secara bersamaan di daerah berbeda.
Baca juga: Rekor Iklim 2024, dari Suhu Panas Ekstrem hingga Amukan Badai
"Suhu maksimum meningkat, suhu minimum menurun di beberapa daerah. Perubahan iklim membuat cuaca ekstrem lebih sering, lebih intens, dan lebih sulit diprediksi," jelas Guswanto.
BMKG memprediksi cuaca ekstrem di Indonesia akan berlangsung hingga tiga hari ke depan atau 21 Agustus 2025, terutama di wilayah barat dan tengah.
Sejauh ini, pihaknya telah mengeluarkan peringatan dini bagi Jakarta, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, dan Papua. Guswanto menuturkan, pemerintah juga menggelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mengantisipasi potensi banjir maupun terganggunya aktivitas masyarakat.
"Cuaca ekstrem saat ini dipicu oleh kombinasi fenomena atmosfer berskala lokal, regional, dan global, yakni Madden-Julian Oscillation (MJO), sistem cuaca tropis yang meningkatkan pembentukan awan hujan," ucap dia.
Baca juga: Panas Ekstrem Membunuh Burung Tropis, Bikin Populasinya Anjlok
Kemudian, Dipole Mode negatif (DMI) memyebabkan bertambahnya pasokan uap air dari Samudra Hindia ke wilayah Indonesia. Guswanto menyebut, sirkulasi siklonik dan bibit siklon tropis memicu pembentukan awan konvektif dan angin kencang.
Sementara, suhu laut yang lebih hangat memperkuat proses kondensasi dan hujan lalu memicu cuaca ekstrem.
"Adanya labilitas atmosfer, udara yang tidak stabil memicu pertumbuhan awan hujan masif," jelas Guswanto.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya