Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keaneakeragaman Hayati Berpotensi Jadi Tulang Punggung Ekonomi

Kompas.com - 19/08/2025, 18:30 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Jakarta, Kompas.com - JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bahwa Indonesia belum memiliki instrumen dan regulasi yang memadai untuk melindungi keanekaragaman hayati.

Dari 22 tipe ekosistem alam di Indonesia, hanya tujuh ekosistem saja yang harus ditangani Kementerian LH secara serius berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.

Namun, sampai hari ini, hanya ekosistem gambut dan mangrove yang telah dibuatkan Peraturan Pemerintah (PP).

"Kami tentu mohon maaf sebesar-besarnya, baru pada ekosistem gambut dan mangrove, peraturan pemerintahnya telah selesai. Jadi, masih ada utang lagi lima peraturan pemerintah dari tujuh ekosistem esensial yang dimintakan Undang-Undang 32 tahun 2009 kepada menteri untuk membangunnya," ujar Hanif dalam acara Peluncuran Status Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia yang disiarkan akun Youtube Bappenas RI, Selasa (19/8/2025).

Keanekaragaman hayati merupakan aset negara yang berpotensi menjadi sumber pangan, obat-obatan, serta energi untuk menyangga kehidupan.

Selain itu, keanekaragaman hayati juga mempunyai manfaat terkait potensi nilai payung karbon. Tanpa keanekaragaman hayati, potensi karbon di Indonesia tidak terbentuk.

"Semakin terbentuk keanekaragaman hayati, maka karbon kita berlimpah. Ini dua hal yang hari ini masih ketinggalan. Hari ini kita masih ramai-ramai membangun kredit karbon, pasar karbon. Kita masih jauh (kalau) memikirkan bagaimana kredit keanekaragaman hayati ini harus kita bangun," tutur Hanif.

Di Indonesia, kata dia, pengelolaan sumber daya alam masih didominasi kegiatan-kegiatan ekstraksi yang tidak berkelanjutan. Dampaknya, hal itu menyebabkan rusaknya keanekaragaman hayati.

Misalnya, populasi pesut air tawar di sungai-sungai Mahakam yang saat ini tersisa hanya 62 ekor. Padahal, pada 1990, pesut-pesut tersebut dapat mudah dijumpai di tepi sungai Mahakam.

Kini, ratusan tongkang yang melintas setiap hari mengakibatkan pesut-pesut itu terpaksa menyingkir ke anak sungai Mahakam.

"Kita melihat dengan tenang hati, satu per satu pesut itu akan habis pada suatu saat nanti. Inilah kemudian harus menyentak kita. Bagaimana keanekaragaman hayati yang ada ini kemudian harus kita jadikan salah satu, bahkan satu-satunya tulang punggung kita dalam membangun ekonomi pembangunan kita. Kita belum memaksakan itu," ujar Hanif.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Copot Segel di Pabrik Cikande, KLH Nyatakan Lokasi 'Clear and Clean'
Copot Segel di Pabrik Cikande, KLH Nyatakan Lokasi "Clear and Clean"
Pemerintah
Pertamina dan Kemenko Pangan Kolaborasi Wujudkan Ketahanan Pangan
Pertamina dan Kemenko Pangan Kolaborasi Wujudkan Ketahanan Pangan
BUMN
Guru Besar IPB: Sawah Kian Tergerus karena Alih Fungsi Lahan
Guru Besar IPB: Sawah Kian Tergerus karena Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Warga Desak KKP Cabut Izin Reklamasi karena Rusak Ekosistem Pulau Pari
Warga Desak KKP Cabut Izin Reklamasi karena Rusak Ekosistem Pulau Pari
Pemerintah
Tiga Remaja Jakarta Ubah 1,2 Ton Sampah Makanan Jadi Pakan Unggas
Tiga Remaja Jakarta Ubah 1,2 Ton Sampah Makanan Jadi Pakan Unggas
LSM/Figur
Pemprov Jakarta Punya 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara, Diklaim Terluas se-Indonesia
Pemprov Jakarta Punya 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara, Diklaim Terluas se-Indonesia
Pemerintah
Pengamat: Pengawasan Hutan Lemah karena Anggaran Pengelolaan Terlalu Kecil
Pengamat: Pengawasan Hutan Lemah karena Anggaran Pengelolaan Terlalu Kecil
LSM/Figur
Bappenas: Alokasi Dana Mitigasi Iklim Baru Rp 305 T, Pemerintah Buka Investasi
Bappenas: Alokasi Dana Mitigasi Iklim Baru Rp 305 T, Pemerintah Buka Investasi
Pemerintah
Perubahan Iklim Picu Musim Kebakaran Hutan Makin Parah
Perubahan Iklim Picu Musim Kebakaran Hutan Makin Parah
Pemerintah
Industri Makanan Gagal Penuhi Komitmen Dasar Kemasan Berkelanjutan
Industri Makanan Gagal Penuhi Komitmen Dasar Kemasan Berkelanjutan
Swasta
IUCN Akui Bahan Bakar Fosil Ancaman Alam, Dukung Perjanjian Penghentian Global
IUCN Akui Bahan Bakar Fosil Ancaman Alam, Dukung Perjanjian Penghentian Global
LSM/Figur
Kepunahan Massal karena Manusia Setara Era Dinosaurus
Kepunahan Massal karena Manusia Setara Era Dinosaurus
LSM/Figur
Panas Melanda RI, BMKG Catat Suhu Tertinggi Capai 38 Derajat
Panas Melanda RI, BMKG Catat Suhu Tertinggi Capai 38 Derajat
Pemerintah
Eropa Siapkan Bantuan Dana untuk Negara Terdampak Pajak Karbon Perbatasan
Eropa Siapkan Bantuan Dana untuk Negara Terdampak Pajak Karbon Perbatasan
Pemerintah
Antara Karbon dan Kedaulatan: Menakar Arah Transisi Energi Indonesia
Antara Karbon dan Kedaulatan: Menakar Arah Transisi Energi Indonesia
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau