Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat

Kompas.com, 6 September 2025, 19:00 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para peneliti menemukan bahwa perusahaan cenderung menggunakan metrik dan proses pemantauan lingkungan internal yang berpihak pada pertumbuhan perusahaan mereka sendiri, dan tidak mempublikasikan data yang menunjukkan adanya peningkatan emisi karbon.

Penelitian terbaru dari Emlyon dan TBS Business Schools tersebut mengungkapkan bahwa perusahaan yang secara sukarela melaporkan emisi karbonnya lebih memilih menggunakan alat penghitungan karbon internal daripada model standar.

Hal ini dilakukan meskipun alat internal terkadang menghasilkan laporan yang tidak akurat.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa para manajer cenderung bergantung pada alat pelaporan internal, karena alat-alat ini cenderung menekankan pada emisi yang berhasil dikurangi alih-alih jumlah total polutan yang diproduksi. Hasilnya, kinerja keberlanjutan suatu perusahaan jadi tampak lebih baik.

Baca juga: KLH Awasi 5 Perusahaan, Diduga Buang Limbah yang Cemari Sungai Brantas

Melansir Sustainability News, Kamis (4/9/2025) studi kasus ini melibatkan 23 wawancara dan 28 hari observasi pada sebuah perusahaan yang secara sukarela melaporkan data karbonnya.

Studi itu menyimpulkan bahwa alat-alat internal digunakan secara strategis untuk membentuk cerita yang disampaikan perusahaan tentang dampak lingkungan mereka.

Tujuannya adalah untuk menyoroti kemajuan dengan cara yang juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Sayangnya, cara ini memungkinkan perusahaan menghindari pekerjaan sulit yang sebenarnya dibutuhkan untuk melaporkan dan mengurangi emisi karbon secara jujur.

Dengan mengalihkan fokus dari metrik emisi absolut, perusahaan mencegah adanya kemajuan lingkungan yang nyata, sementara operasional mereka berjalan seperti biasa.

Tidak mengherankan jika sejumlah karyawan merasa tidak nyaman dengan pendekatan ini, tetapi merasa tidak bisa menyuarakan kekhawatiran mereka.

Akibatnya, perusahaan terus menggunakan proses semacam itu dan tidak mengurangi emisi secara signifikan.

"Penelitian ini menyoroti kesenjangan krusial antara mengetahui tentang emisi dan bertindak untuk menguranginya. Para manajer mungkin menggunakan akuntansi karbon untuk membingkai ulang dampak alih-alih menghadapi kenyataan. Hal ini berisiko membuat laporan keberlanjutan menjadi pembenaran untuk menjalankan bisnis seperti biasa, tanpa ada upaya nyata untuk memangkas emisi," papar François-Régis Puyou, seorang peneliti sekaligus profesor akuntansi & keuangan perusahaan di Emlyon Business School.

Temuan ini membawa satu kesimpulan bahwa upaya nyata untuk mengatasi perubahan iklim bisa terhenti. Pasalnya, laporan keberlanjutan lebih memprioritaskan citra daripada dampak lingkungan yang sebenarnya.

Baca juga: Survei Deloitte: Hanya 38 Persen Karyawan Percaya Perusahaan Peduli Isu Lingkungan

Hal ini menimbulkan efek domino yang menyesatkan publik, klien, regulator, dan investor. Selain itu, kondisi ini juga memperlambat pergeseran menuju ekonomi rendah karbon.

Peneliti juga memperingatkan bahwa model karbon ini tidak sekadar menyesatkan, tetapi juga membuat orang mengabaikan urgensi pengurangan emisi karbon.

Mereka yakin bahwa model internal bisa jadi digunakan untuk memberikan alasan atau mengaburkan fakta bahwa jejak karbon suatu perusahaan sebenarnya terus meningkat.

Untuk mengatasi hal ini, para peneliti meminta regulator untuk memperkuat peraturan yang mengharuskan perusahaan melaporkan emisi absolut mereka yang sebenarnya dan rencana konkret untuk mengurangi emisi.

Para peneliti juga menyarankan perlunya studi lanjutan untuk membantu para manajer menghadapi kenyataan pahit terkait dampak lingkungan perusahaan mereka. Hanya dengan cara itulah perusahaan dapat benar-benar mendorong keberlanjutan dan mencapai pengurangan emisi karbon yang signifikan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau