Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rifqi Nuril Huda
Mahasiswa Magister Hukum SDA UI

Mahasiswa Pascasarjana Hukum Sumber Daya Alam Universitas Indonesia, Ketua Umum Akar Desa Indonesia, Wasekjend Dewan Energi Mahasiswa, Wakil Bendahara Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia

Menimbang Etanol di Neraca Keadilan

Kompas.com, 10 Oktober 2025, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLEMIK energi di Indonesia akhir-akhir ini seperti dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Di satu sisi ada ambisi transisi menuju energi hijau, di sisi lain ada persoalan klasik tata kelola yang belum selesai.

Di tengah euforia pemerintah mempercepat bauran energi bersih, publik dikejutkan berita campuran etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) Pertamina.

Campuran ini sejatinya dimaksudkan sebagai langkah menuju bahan bakar rendah karbon. Namun cara dan waktu penerapannya menimbulkan pertanyaan, apakah eksperimen energi hijau dilakukan dengan tata kelola transparan dan kesiapan teknis yang matang?

Dalam saat yang hampir bersamaan, muncul pula polemik lain tentang kebijakan kuota impor BBM, sehingga memicu keluhan dari operator SPBU swasta yang merasa kehilangan hak ekonomi dan peluang usaha.

Dua peristiwa ini, jika ditarik ke akar persoalan, sebenarnya bukan sekadar isu teknis tentang campuran bahan bakar atau alokasi kuota impor, melainkan potret nyata dari bagaimana transisi energi kita berjalan di tengah kabut ketidakpastian regulasi dan keadilan sosial yang belum sepenuhnya hadir.

Temuan campuran etanol dalam BBM menunjukkan bahwa arah kebijakan menuju biofuel sedang dipercepat. Namun transparansi publik belum mengikuti langkah yang sama cepatnya.

Masyarakat seolah hanya diberi tahu setelah fakta terjadi. Padahal perubahan formulasi bahan bakar menyentuh langsung aspek ekonomi, teknis kendaraan, hingga kepercayaan publik terhadap penyedia energi nasional.

Sementara itu, kebijakan kuota impor BBM yang hanya membuka ruang bagi Pertamina mencerminkan pendekatan monopsonistik dalam kebijakan energi mengembalikan posisi negara pada satu entitas korporasi tanpa membuka mekanisme kompetitif yang sehat.

Padahal, keberadaan SPBU swasta dan perusahaan energi non-BUMN seharusnya menjadi bagian dari ekosistem yang memperkuat distribusi energi nasional, bukan dianggap pesaing yang harus dikendalikan.

Baca juga: Monopoli Energi dan Ancaman bagi Investasi dan Pekerja

Kedua isu ini, jika diletakkan dalam satu bingkai, mencerminkan paradoks besar dalam tata kelola energi Indonesia: di satu sisi kita berbicara tentang dekarbonisasi dan transisi energi hijau, tetapi di sisi lain, masih bergulat dengan persoalan tata kelola lama yang berulang minim transparansi, ketimpangan akses pasar, dan kerapuhan koordinasi antar lembaga.

Akibatnya, kebijakan energi sering kali lahir sebagai reaksi, bukan strategi.

Antara transisi energi dan ancaman ketimpangan baru

Dalam semangat menuju energi bersih, pemerintah berencana menerapkan campuran bioethanol 10 persen (E10) dan biodiesel 50 persen (B50) sebagai bagian dari strategi pengurangan impor BBM dan emisi karbon.

Secara teori, langkah ini sangat ideal. Biofuel adalah bentuk substitusi energi fosil yang memanfaatkan sumber daya domestik seperti tebu, singkong atau minyak sawit.

Namun dalam praktiknya, jalan menuju kemandirian energi ini tidak sesederhana menambah persentase campuran bahan bakar.

Ia menuntut kesiapan industri hulu, kapasitas pabrik, rantai pasok logistik, dan yang tak kalah penting mekanisme keadilan sosial bagi kelompok terdampak.

Produksi etanol nasional saat ini masih jauh dari memadai untuk memenuhi ambisi E10 secara nasional.

Kapasitas produksi yang terbatas membuat ancaman impor etanol menjadi nyata, dan itu justru menciptakan ketergantungan baru dari impor BBM menuju impor biofuel.

Jika hal ini terjadi, maka kebijakan bioethanol bisa kehilangan ruhnya sebagai alat kedaulatan energi dan malah berubah menjadi sekadar simbol hijau tanpa substansi kemandirian.

Di sisi lain, produksi etanol domestik berbasis tebu dan gula juga memunculkan dilema “food versus fuel”. Permintaan besar untuk bahan bakar dapat bersaing dengan kebutuhan pangan, mendorong kenaikan harga gula, atau mempersempit lahan pertanian pangan.

Risiko yang lebih subtil, namun sangat penting, adalah biaya sosial dan lingkungan yang muncul dari perluasan lahan tebu dan sawit untuk memenuhi kebutuhan biofuel.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kunjungan Menteri PKP Tegaskan Komitmen Astra Wujudkan Hunian Layak bagi Warga
Kunjungan Menteri PKP Tegaskan Komitmen Astra Wujudkan Hunian Layak bagi Warga
BrandzView
Ambisi Iklim Turun, Dunia Gagal Penuhi Perjanjian Paris
Ambisi Iklim Turun, Dunia Gagal Penuhi Perjanjian Paris
Pemerintah
Mayoritas Penduduk Negara Berpenghasilan Menengah Rasakan Dampak Krisis Iklim
Mayoritas Penduduk Negara Berpenghasilan Menengah Rasakan Dampak Krisis Iklim
Pemerintah
Kebijakan Iklim Dapat Dukungan, Tapi Disinformasi Picu Keraguan
Kebijakan Iklim Dapat Dukungan, Tapi Disinformasi Picu Keraguan
LSM/Figur
Dampak Perubahan Iklim: Sudah Telat Selamatkan Kopi, Cokelat, dan Anggur
Dampak Perubahan Iklim: Sudah Telat Selamatkan Kopi, Cokelat, dan Anggur
LSM/Figur
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau