Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren Kepunahan Melambat, Tapi Ancaman Aktivitas Manusia Tetap Tinggi

Kompas.com, 27 Oktober 2025, 18:02 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Euronews

KOMPAS.com - Penelitian baru dari Universitas Arizona di Amerika Serikat menemukan bahwa kepunahan pada tumbuhan, artropoda, dan vertebrata darat mencapai puncaknya sekitar 100 tahun yang lalu, dan sejak itu menurun.

Namun bukan berarti temuan ini menyiratkan bahwa aktivitas manusia tidak menimbulkan ancaman yang signifikan bagi banyak spesies.

Studi yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the Royal Society of London ini menganalisis tingkat dan pola 912 spesies yang punah selama 500 tahun terakhir.

Menurut peneliti, studi sebelumnya menyimpulkan kepunahan massal yang sedang berlangsung sering kali menggunakan metodologi yang cacat.

Studi mengandalkan proyeksi laju kepunahan yang terjadi di masa lalu ke masa depan, seolah-olah laju tersebut akan terus sama.

Baca juga: Kepunahan Massal karena Manusia Setara Era Dinosaurus

Metodologi lama ini mengabaikan kenyataan bahwa faktor-faktor pendorong yang menyebabkan kepunahan telah berubah secara signifikan dari masa ke masa.

Misalnya saja, faktor pendorong kepunahan di masa lalu seperti perubahan iklim alami atau asteroid berbeda dengan faktor masa kini dan masa depan yang lebih banyak karena ulah manusia.

"Ada perbedaan antara faktor-faktor yang menyebabkan kepunahan yang terjadi belum lama ini dengan ancaman yang dihadapi oleh spesies di masa sekarang," ungkap John Wiens, penulis studi ini, dikutip dari Euro News, Jumat (24/10/2025).

"Hal ini menjadikannya bermasalah jika kita mengekstrapolasi atau menggunakan tren atau pola yang terjadi di masa lalu untuk memprediksi masa depan," terang Wiens lagi.

Alasannya adalah faktor-faktor pendorong kepunahan berubah dengan cepat. Faktor pendorong utama di masa kini adalah hilangnya habitat yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan perubahan iklim.

Kedua ancaman ini bekerja pada skala dan mekanisme yang berbeda dari penyebab kepunahan di masa lalu.

Sebagai contoh, Wiens mengatakan sebagian besar spesies yang punah adalah moluska dan vertebrata di pulau-pulau yang punah akibat spesies invasif, tetapi sebagian besar spesies yang terancam punah saat ini hidup di daratan dan terancam punah akibat kerusakan habitat.

Baca juga: Cegah Kepunahan, Kemenhut Translokasi Dua Badak Jawa TN Ujung Kulon

Upaya konservasi mungkin juga menjadi penyebab menurunnya tingkat kepunahan.

Misalnya, awal bulan ini, penyu hijau direklasifikasi dari terancam punah menjadi beresiko rendah berkat konservasi laut selama puluhan tahun.

Meski hal tersebut patut dirayakan, Christine Madden, pemimpin konservasi penyu laut global WWF memperingatkan bahwa sekarang bukan saat untuk berpuas diri.

Konservasi memang membantu populasi spesies untuk berkembang namun perubahan iklim juga masih mengintai dan mendorong spesies lain menuju kepunahan.

Hilangnya es laut yang dipercepat oleh kenaikan suhu telah diidentifikasi sebagai ancaman utama bagi anjing laut Arktik, yang memicu kesulitan bagi spesies ini untuk berkembang biak, beristirahat, dan mencari makan di lapisan es.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LSM/Figur
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Pemerintah
Uni Eropa Tindak Tegas 'Greenwashing' Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Uni Eropa Tindak Tegas "Greenwashing" Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Pemerintah
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Pemerintah
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Pemerintah
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Pemerintah
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau