KOMPAS.com - Industri keuangan bisa berperan penting sebagai pengontrol risiko penurunan fungsi lingkungan, yakni dengan memilih proyek-proyek berskala besar yang tidak merusak lingkungan.
Industri keuangan perlu menjadikan banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat sebagai pelajaran berharga dalam menyalurkan pembiayaan berskala besar.
Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik TuK Indonesia, Abdul Haris mengatakan bank banyak memberikan pendanaan ke industri yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang berkontribusi terhadap penurunan fungsi lingkungan.
Baca juga: Kemenhut Bolehkan Warga Manfaatkan Gelondongan Kayu Terbawa Banjir Sumatera
"Banyak sekali industri kelapa sawit, mining (tambang), atau apa saja yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA) itu mendapatkan sokongan pendanaan yang besar sekali dari industri keuangan," ujar Abdul Haris dalam webinar, Senin (22/12/2025).
Menurut Haris, industri keuangan sebenarnya sudah berkali-kali diingatkan risiko di balik pembiayaan pada sektor ekstraktif atau pengerukan SDA di Indonesia.
Di dalam taksonomi untuk keuangan berkelanjutan Indonesia (TKBI) juga telah disebutkan bahwa pembiayaan terhadap bisnis pertambangan berisiko cukup tinggi.
Bahkan, TuK Indonesia sudah memperingatkan industri keuangan tentang risiko pembiayaan terhadap bisnis perkebunan kelapa sawit melalui peluncuran Exclusion List.
Di dalam Exclusion List, perusahaan-perusahaan perkebunan sawit dengan kepatuhan prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) yang rendah di Kalimantan Tengah masih memperoleh pembiayaan dari industri keuangan di Indonesia.
"Nah, balik ke (kasus bencana di) Sumatera, ini menunjukkan bahwa bukan cuman pengawasan yang bermasalah di bank-bank ini, tapi juga soal komitmen dari institusi keuangan (dan) dari pemerintah untuk benar-benar menjalankan standar yang mereka sudah miliki," tutur Haris.
Haris menyatakan investasi asing atau pembiayaan asing punya peran besar sekali di dalam industri ekstraktif.
"Saya pikir ini momentum yang sangat bagus untuk menyuarakan yang lebih kencang lagi terhadpa praktik investasi asing di Indonesia," ujar Haris.
Baca juga: BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Selain itu, beberapa bank BUMN Indonesia juga masuk 20 lembaga pembiayaan yang menjadi penyokong pendanaan untuk perusahaan-perusahaan ekstraktif di Sumatera Utara itu.
Kata dia, dukungan pembiayaan terhadap sektor ekstraktif bertentangan dengan komitmen keberlanjutan bank-bank tersebut.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya