Sementara itu, Deputi Bisnis Pegadaian Area Solo, Ali Mustaat, menyatakan Pegadaian menawarkan program memilah sampah menjadi emas kepada nasabah bank sampah agar pendapatan warga makin bertambah.
Tabungan emas Pegadaian adalah layanan penitipan saldo emas yang memudahkan masyarakat untuk berinvestasi emas.
Dia berpendapat, saat terjadi kenaikan harga emas seperti saat ini, menabung emas adalah pilihan yang bijak.
Pasalnya, menabung dalam bentuk emas merupakan investasi yang paling menguntungkan dan bersifat likuid (mudah dicairkan).
Ali sangat mendukung keputusan nasabah bank sampah yang berminat menabung emas seperti yang terjadi di Kampung Kitiran.
“Dalam waktu tidak sampai setahun, warga yang rajin menyetor sampah ke bank sampah bisa saja mengumpulkan satu gram emas,” kata dia saat diwawancarai terpisah.
Ali menyebut, memiliki tabungan emas ini sangatlah mudah.
Caranya, warga cukup menyisihkan saldo awal buka rekening minimal Rp10.000 agar bisa berinvestasi 0,01 gram emas dan biaya simpanan sebesar Rp30.000 per tahun.
"Kemudian, hanya dengan menabung mulai Rp9.000-an, maka terkonversi di buku tabungannya dalam satuan gram," kata Ali.
Selain memberikan fasilitas kemudahan berinvestasi emas, Pegadaian juga dapat memberikan fasilitas bangunan untuk bank sampah hingga mesin press sampah.
Baca juga: Sering Menimbun Barang hingga Jadi Sampah, Hati-hati Hoarding Disorder
Denok melihat, program mengubah sampah menjadi emas yang sudah berjalan di Kampung Kitiran sangat mungkin sekali bisa diadopsi di tempat lain.
Menurut dia, sebenarnya jika warga sudah biasa dengan menjual sampah ke tukang rongsok, itu sama persis konsepnya dengan bank sampah.
Di mana, sampah yang berhasil dikumpulkan di bank sampah akan dijual ke pengepul pabrik daur ulang.
Maka dari itu, bisa dikatakan, prinsip bank sampah adalah menjadi perantaran warga dengan pabrik daur ulang.
Bedanya adalah bank sampah dilakukan secara komunal dan menawarkan lebih banyak manfaat dari berbagai aspek.
“Apabila sudah ada kemauan dan komitmen kuat, saya yakin bikin bank sampah bukanlah perkara yang susah,” ujar perempuan yang telah sering dimintai bantuan untuk mendampingi pembentukan bank sampah di berbagai daerah di Soloraya tersebut.
Dia pun membagikan informasi mengenai cara membuat bank sampah.
Mulanya, warga perlu membuat struktur organisasi bank sampah yang tediri dari ketua, sekretaris, checker atau penimbang, bendahara, petugas sortir, dan marketing atau penjualan.
Warga juga perlu lebih dulu menyiapkan perlengkapan, seperti timbangan, buku tabungan, buku besar tabungan nasabah, buku besar penjualan, buku kas, buku rekapitulasi, dan komposter, serta menjalin kerja sama dengan mitra pengepul sampah.
Setelah itu, pengurus bank sampah bisa menentukan jadwal operasional dan lokasi pengumpulan sampah yang sebaiknya tidak berubah-ubah.
“Kalau sudah 1-2 bulan bergerak, silakan pengurus membuat surat keputusan (SK) pembentukan sampah di kelurahan,” jelas dia.
Denok menjelaskan pentingnya membuat SK bank sampah, yakni salah satunya agar bisa mendapat dukungan dari pemerintah.
“Karena DLH (Dinas Lingkungan Hidup) punya tanggung jawab mendampingi bank sampah. SK juga bisa menjadi dokumen penting bagi pemerintah daerah untuk penilaian Adipura,” terang dia.
Denok mencatat, saat ini anggota jaringan bank sampah di wilayah Kota Solo sendiri sudah mencapai 120 bank sampah.
Dia mengetahui data tersebut karena pengurus bank sampah di Kampung Kitiran, terutama dirinya banyak dilibatkan dalam proses pendampingan pembentukan bank sampah di Kota Bengawan, baik oleh Pemkot Solo maupun permintaan langsung dari warga.
Jaringan bank sampah di Solo kini sudah menjalin relasi dengan 14 mitra pengepul pabrik daur ulang dari berbagai wilayah di Soloraya yang siap menampung atau membeli sampah dari nasabah.
Baca juga: 7 Penyakit Menular yang Rawan Menyerang di Musim Banjir
“Warga yang ingin membentuk bank sampah, tidak perlu bingung sampahnya mau dikemanakan. Untuk Soloraya, banyak pabrik daur ulang yang siap menampung sampah,” jelas dia.
Denok juga menyarankan warga untuk tidak perlu mencemaskan penyediaan tempat jika ingin membentuk bank sampah.
Dia memastikan, bank sampah bisa tetap dijalankan tanpa harus memiliki gedung besar untuk menampung sampah-sampah.
Caranya, warga tinggal menerapkan bank sampah portabel seperti yang diterapkan di Kampung Kitiran.
Di mana, sampah yang terkumpul diarahkan untuk langsung disetorkan atau diambil oleh mitra pengepul pabrik daur ulang.
“Di tempat lain berpikir kalau mau mendirikan bank sampah harus mendirikan gedung. Di Solo, kalau nunggu gedung, ya enggak jalan-jalan bank sampahnya. Wong lahan tidak ada,” tutur dia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya