Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/12/2020, 01:00 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Oleh sebab itu, agar proses pengumpulan sampah di bank sampah tidak memakan waktu terlalu lama, Denok mendorong warga untuk bisa memilah sampah sebaik mungkin sejak di rumah.

Sebelum dibawa ke bank sampah, sampah perlu dipilah sesuai jenisnya dan dibersihkan terlebih dahulu.

Denok menyebut, di Kampung Kitiran, warga sudah bisa memilah sampah anorganik menjadi 40 jenis. 

Jumlah itu mungkin sudah terbilang banyak jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan warga di bank sampah lain di Solo.

Tapi, dia melihat sendiri, bahwa jumlah 40 masih kalah jauh dengan capaian warga di beberapa bank sampah di Kota Surabaya, Jawa Timur yang sanggup memilah sampah hingga 70 jenis.

“Misalnya, botol plastik. Kalau di tempat lain mungkin botol plastik dijadikan satu. Kalau di tempat kami sudah enggak. Tutup sendiri, badan botol sendiri, label juga sendiri. Semuanya punya harga,” jelas dia.

Baca juga: Banjir Jabodetabek, Waspadai Risiko Hipotermia pada Anak dan Lansia

Denok mencontohkan sampah lain yang sudah dikumpulkan warga Kampung Kitiran dalam bentuk terpisah, yakni gelas plastik dan kertas.

“Banyak orang mungkin mengira bagian botol plastik yang paling malah itu badannya. Ternyata bukan, yang paling mahal adalah tutupnya. Kalau gelas plastik, yang paling mahal itu ringnya. Warga sudah paham itu,” beber dia.

Sejuta manfaat bank sampah

Ketua RT 002/ RW 008, Kampung Kitiran Yosoroto, Purwosari, Moh. Zaenal Ali, menyampaikan tujuan dibangunnya bank sampah di Kampung Kitiran sebenarnya bukan bank sampah itu sendiri.

Melainkan, bank sampah adalah strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat “bersahabat” dengan sampah.

Menurut dia, bank sampah bukan hanya membawa manfaat secara ekonomi kepada warga.

Ada banyak manfaat lain yang bisa dan telah didapatkan warga dari pendirian bank sampah.

Salah satu manfaat utamanya adalah warga bisa hidup lebih sehat.

Hal ini terjadi karena pemisahan pembuangan sampah organik dan anorganik dapat menghindarkan terjadinya penumpukan sampah.

Seperti diketahui, sampah yang menumpuk bisa menjadi sarang kuman dan bakteri yang merupakan penyebab beragam penyakit.

Selain itu, kata Zainal, tumpukan sampah nyatanya dapat memicu terjadinya pencemaran udara.

Pada gilirannya, pencemaran udara bisa menimbulkan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan organ pernapasan.

Lebih jauh, dia menilai, tumpukan sampah bisa pula menimbulkan masalah pada lingkungan yang dapat berujung pada masalah kesehatan.

“Seandainya sampah tidak dipisah dan dibiarkan menumpuk, bisa dengan mudah memicu terjadinya banjir kan? Apalagi ini di tengah kota,” jelas dia.

Apabila banjir terjadi, sampah-sampah pun akan mencemari air hingga dan menyebabkan warga mudah terserang penyakit kulit.

Kontak dengan air yang tercemar tumpukan sampah juga bisa membuat warga menjadi lebih rentan menderita gangguan pencernaan dengan gejala mual, muntah, dan diare.

“Jadi pengelolaan sampah ini punya banyak manfaat kesehatan yang bisa dinikmati, mulai dari udara yang lebih segar, lingkungan bersih, dan air yang terjamin,” tutur Zainal.

Udara segar juga bisa terjadi akibat warga yang mulai gemar menanam tanaman dan tanaman tersebut bisa tumbuh dengan subur.

Dampak ini terjadi berkaitan dengan penggunaan kompos hasil dari pengolahan sampah organik warga.

Baca juga: Saat Ketua RT/RW di Solo Keroyokan Ajak Warga Daftar JKN-KIS

“Pada akhirnya, setelah punya bank sampah, warga jadi hobi menanam, melakukan pengomposan, dan memilah sampah. Yang dirasakan ya tingkat kebahagiaan kami sekarang naik. Sementara, ketika bahagia, imunitas naik, badan tetap sehat," kata dia.

Selain dari segi ekonomi dan kesehatan, pembetukan bank sampah di Kampung Kitiran juga bermanfaat dari segi sosial budaya dan keamaan.

Zainal merasakan warga semakin guyub setelah diadakan pelbagai aktivitas yang menyangkut bank sampah. Warga pun kini memiliki budaya baru, yakni mengolah sampah.

“Dari sisi pertahanan, kampung kini menjadi lebih aman karena warga saling merasa memiliki. Misalnya saja di saat pandemi ini, tanpa diminta pemerintah pun, kami sebenarnya otomatis akan melakukan program Jogo Tonggo untuk melawan penyebaran dan penularan Covid-19,” tegas dia.

Setelah tiga tahun berjibaku mengelola sampah perkotaan, Kampung Kitiran pun sekarang telah menjelma menjadi salah satu tujuan wisata berbasis pengolahan sampah dari berbagai wilayah daerah kabupaten atau kota.

“Tamu kami tahun lalu mencapai 1.200 orang lebih. Karena terjadi pandemi, jumlah tamu pada tahun ini jadi turun,” jelas dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau