BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan HSBC

Blended Finance Jadi Salah Satu Alternatif Pembiayaan untuk Percepat Dekarbonisasi

Kompas.com - 12/09/2023, 20:51 WIB
Yakob Arfin Tyas Sasongko,
Aditya Mulyawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060. Komitmen ini disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam gelaran Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) di Glasgow, Skotlandia, Jumat (12/11/2021).

Mencapai target tersebut bukan perkara mudah. Diperlukan kolaborasi seluruh pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga sektor swasta guna mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan.

Head of Climate Change of HSBC Asia Pacific Justin Wu mengatakan, ada sejumlah tantangan dalam upaya menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Salah satunya, memobilisasi dana triliunan dollar yang dibutuhkan untuk membiayai transisi energi.

Hal itu ia sampaikan dalam diskusi Indonesia Sustainability Forum (ISF) bertajuk "Mobilizing the Public and Private Capital for Decarbonizing" di Park Hyatt, Jakarta, Jumat (8/9/2023).

Baca juga: Biayai Program Transisi Energi PLN, SMI Gunakan Skema Blended Finance

Justin berpendapat, pembiayaan campuran atau blended finance dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengejar target NZE Indonesia pada 2060.

"Pembiayaan campuran dapat memobilisasi modal swasta dengan mengurangi risiko investasi dalam berbagai bidang, mulai dari infrastruktur berkelanjutan, produksi ramah lingkungan, hingga transisi energi rendah karbon," ujar Justin.

Untuk diketahui, pembiayaan campuran tidak hanya mengelompokkan sumber dana yang berbeda, tetapi juga dapat difokuskan untuk memobilisasi modal sektor swasta. Pembiayaan campuran dapat menjadi salah satu cara dalam menjalin kekuatan pasar untuk mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan.

Melalui skema pembiayaan campuran, pemerintah ataupun lembaga pemberi pinjaman multilateral menanggung sebagian besar risiko terkait proyek keberlanjutan.

Baca juga: Biayai SDGs, Indonesia Andalkan Blended Finance

“Hal itu dapat dilakukan dengan menurunkan biaya pinjaman komersial, serta memilah antara proyek hijau (green project) yang potensial dan yang tidak," kata Justin.

Menurutnya, diperlukan sejumlah kebijakan serta langkah berani guna mendukung keberhasilan dekarbonisasi, terutama di Indonesia.

“Dukungan multilateral serta pendanaan publik dan sektor swasta juga memegang peran krusial untuk mencapai keberlanjutan lingkungan di masa depan,” jelasnya.

Presiden Direktur PT Bank HSBC Indonesia Francois de Maricourt menilai, pembiayaan campuran berdampak positif dengan memanfaatkan dana publik serta perbankan komersial. Hal ini sekaligus menjadi ruang bagi perbankan dalam ikut memberikan sumbangsih dalam pembiayaan campuran bagi industri.Dok. KOMPAS.com/Yakob Arfin Presiden Direktur PT Bank HSBC Indonesia Francois de Maricourt menilai, pembiayaan campuran berdampak positif dengan memanfaatkan dana publik serta perbankan komersial. Hal ini sekaligus menjadi ruang bagi perbankan dalam ikut memberikan sumbangsih dalam pembiayaan campuran bagi industri.

Blended finance untuk masa depan berkelanjutan

Pada kesempatan sama, Presiden Direktur PT Bank HSBC Indonesia Francois de Maricourt menyoroti implementasi mekanisme transisi energi (energy transition mechanism/ETM) di Tanah Air.

Baca juga: HSBC Indonesia Salurkan Kredit Hijau 10,3 Juta Dollar AS ke Euroasiatic

Menurutnya, program tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk mendukung upaya percepatan transisi energi menuju NZE dan ramah lingkungan tanpa membebani keuangan negara.

Untuk diketahui, ETM didanai melalui bentuk pembiayaan campuran yang berasal dari berbagai sumber, seperti lembaga pemerintah, bank pembangunan, bank komersial, dana perubahan iklim, investor ekuitas, perusahaan asuransi, serta filantropis lokal dan internasional.

Ia menilai, mekanisme tersebut efektif untuk mengidentifikasi proyek terbaik guna memperoleh dana publik sekaligus menyeleksi proyek mana yang paling krusial.

Lewat mekanisme ETM, kata Francois, pembiayaan campuran berdampak positif dengan memanfaatkan dana publik serta perbankan komersial.

Baca juga: Grup Modalku Gandeng HSBC untuk Salurkan Fasilitas Kredit Rp 737 Miliar

“Hal itu sekaligus menjadi ruang bagi perbankan dalam ikut memberikan sumbangsih dalam pembiayaan campuran bagi industri,” kata Francois.

Meski begitu, lanjut Francois, tak sedikit tantangan yang dihadapi dalam penerapan pembiayaan campuran. Menurutnya, tantangan terbesar untuk meningkatkan pembiayaan campuran tidak terletak pada kekurangan dana.

Terbukti, pada forum Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) 2021, sejumlah perusahaan keuangan menjanjikan dana senilai 130 triliun dollar Amerika Serikat (AS) untuk transisi iklim.

"Jadi, jelas persoalan utama tidak terletak pada kekurangan dana," terangnya.

Baca juga: Dekarbonisasi dan Perubahan Iklim

Problem tersebut, kata Francois, umumnya muncul dari kurangnya jumlah proyek, ketidakjelasan tentang produk hijau, serta minimnya kapasitas kelembagaan yang menghubungkan proyek dan investor.

"Investor yang tengah mencoba membangun portofolio hijau membutuhkan kepastian, apakah aset yang mereka beli merupakan bagian dari solusi perubahan iklim dan bukan bagian dari masalah," terangnya.

Di samping itu, Francois juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan berbagai pihak, terutama sektor swasta. Sektor ini diharapkan dapat mendorong penyaluran bentuk-bentuk keuangan berkelanjutan sekaligus menyasar sektor usaha penghasil emisi guna menyukseskan program dekarbonisasi.

“Sebagai lembaga perbankan, dampak terbesar yang dapat kami wujudkan adalah melalui kerja sama dengan para nasabah kami untuk membantu transisi mereka,” tutur Francois seperti diwartakan Kompas.id, Jumat (8/9/2023).

Baca juga: Pembiayaan Campuran Jadi Upaya Kejar Transisi Energi

Dengan skala dan jangkauan internasional, HSBC dapat memfasilitasi berbagai investasi pemerintah ataupun korporasi guna mencapai skala perubahan yang dibutuhkan.

“Keterlibatan aktif HSBC dalam Just Energy Transition Partnership (JETP) merupakan salah satu bentuk konkret dari komitmen tersebut. Kemitraan internasional ini diharapkan dapat mempercepat tujuan nol emisi pemerintah Indonesia dari 2060 ke 2050,” tambahnya.

Untuk diketahui, JETP merupakan bagian dari kebutuhan pendanaan yang lebih luas untuk disalurkan ke agenda transisi energi. Tujuannya, untuk meningkatkan pendanaan energi ramah lingkungan dan mendukung penghentian dini pembangkit listrik tenaga uap batu bara.

HSBC sendiri telah bergabung dalam GFANZ Indonesia JETP Working Group pada forum G20 yang digelar beberapa waktu lalu.

Baca juga: Pembiayaan Campuran Didukung Guna Percepat Transisi Energi Indonesia

Langkah tersebut diambil untuk mempererat kerja sama dengan pemerintah Indonesia serta lembaga International Partners Group, termasuk di dalamnya Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Uni Eropa.

Hal tersebut dilakukan untuk memobilisasi dan memfasilitasi sekurangnya 10 miliar dollar AS pendanaan swasta dalam tiga sampai lima tahun ke depan untuk mendukung JETP dalam jangka panjang.

Menurut Francois, pendanaan untuk transisi membutuhkan kolaborasi antara sumber dana pemerintah dan swasta yang belum pernah ada sebelumnya.

“Pembentukan GFANZ JETP Working Group diharapkan dapat mengubah janji menjadi aksi nyata dan membantu Indonesia mencapai target pengurangan emisi dan pembangunan dengan cara yang bertanggung jawab,” kata Francois.

 

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau