BALI, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan, ada negara tetangga yang menuding Indonesia bersikap proteksionis soal ekspor nikel.
Tudingan itu dibantah Luhut yang menyatakan tidak semua produk turunan (hilirisasi) nikel dilarang untuk diekspor.
"Hanya satu turunan yang kita larang, sampai stainless steel. Tapi sampai katoda, anoda, dan sebagainya itu kita bebas mau dia ekspor silakan saja," Luhut dalam konferensi pers di sela-sela World Water Forum (WWF) ke-10, Bali, Selasa (21/5/2024).
Baca juga: Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?
Menurut Luhut, wajar jika pemerintah ingin produk turunan nikel laisan (layer) kedua harus diolah di dalam negeri.
Pasalnya, produk turunan pada tingkatan itu adalah yang punya nilai tambah paling banyak.
Senyampang penjelasannya, Luhut tidak mengungkapkan negara tetangga yang dimaksud.
Dia hanya menyatakan, negara itu punya biaya transportasi yang dianggap tinggi.
"Misalnya, gaji (pengemudi) truk 200.000 dolar sampai 300.000 dolar (Amerika Serikat) setahun. Cost-nya jadi tinggi dan dia harus mengangkut berapa ratus kilometer dengan truk," sebut Luhut.
"Kita hanya dengan 1 dolar sampai 2 dolar AS. Hanya perlu angkut dari mining site ke pelabuhan atau ke tempat smelternya," sambugnya.
Baca juga: Tesla Belum Bangun Pabrik di Indonesia, Luhut Ungkap Alasannya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya