Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atasi Emisi karena AI, Big Tech Andalkan Nuklir dan Carbon Capture

Kompas.com - 21/04/2025, 16:00 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pengembangan kecerdasan buata mendorong penggunaan teknologi yang makin rakus energi. 

Peningkatan kebutuhan energi itu memicu kekhawatiran publik pada komitmen big tech dalam memenuhi target penurunan nol emisi. 

Emisi Meningkat, Komitmen Lingkungan Dipertanyakan

Menurut laporan The Register yang dikutip dari Sustainability News pada Senin (21/4/2025), meski raksasa teknologi telah menggembar-gemborkan ambisi hijau, data emisi menunjukkan hal sebaliknya:

  • Microsoft: Emisi karbon naik 30 persen sejak 2020
  • Amazon: Naik 34,5 persen sejak 2019
  • Google: Naik 48 persen sejak 2019

Padahal, ketiganya telah mengumumkan target ambisius:

  • Microsoft ingin menjadi carbon negative pada 2030.
  • Google menargetkan emisi nol bersih di seluruh operasi.
  • Amazon berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada 2040.

Meskipun Microsoft, Amazon, Google, kini baru mulai memakai Nvidia 120 kW per rack system, GPU maker telah mempersiapkan desain yang bisa mendukung 600 kW per rack system.  Kebutuhan energi dan potensi emisi makin meningkat. 

Investasi dalam Teknologi Penghilangan Karbon

Sebagai upaya mengelola lonjakan energi dan emisi, para raksasa teknologi ini mulai berinvestasi dalam beragam teknologi penghilang karbon, termasuk:

  • Enhanced Rock Weathering: Microsoft bermitra dengan Terradot untuk menghilangkan 12.000 ton CO? pada 2026–2029. Teknologi ini menggunakan penyebaran mineral halus ke area luas yang mampu menyerap karbon melalui reaksi kimia.
  • Direct Air Capture (DAC): Microsoft juga bekerja sama dengan 1PointFive untuk mengurangi 500.000 ton CO? pada 2030. Namun, teknologi ini mahal karena konsentrasi CO? di atmosfer relatif rendah.

Baca juga: Bagaimana Kecerdasan Buatan Memengaruhi Keberlanjutan pada 2025?

Meski menjanjikan, kedua teknologi tersebut masih menghadapi tantangan biaya, efisiensi, dan potensi dampak lingkungan dari prosesnya.

Investasi dalam Energi Nuklir: Reaktor Modular hingga Fusi

Selain teknologi penghilang karbon, perusahaan-perusahaan teknologi juga mulai serius melirik energi nuklir sebagai solusi jangka panjang:

Microsoft bermitra dengan Constellation Energy untuk menghidupkan kembali reaktor Three Mile Island Unit 1, serta menjalin kerja sama dengan perusahaan fusi Helion Energy untuk menyediakan energi helium-3 pada 2028.

Amazon mengakuisisi operasi pusat data bertenaga nuklir Cumulus Data, yang terhubung dengan pabrik Susquehanna berkapasitas hingga 960 MW.

Google dan Oracle juga tertarik pada reaktor modular kecil (SMR), meskipun implementasi luas baru mungkin terjadi di tahun 2030-an.

Energi Terbarukan dan Gas Alam Jadi Alternatif Tambahan

Investasi juga mengalir ke energi terbarukan:

  • Amazon menandatangani kontrak untuk 870 MW tenaga surya dan angin di Spanyol.
  • Microsoft mengamankan 389 MW tenaga surya di AS.
  • Google menjajaki tenaga panas bumi dan mendukung proyek taman energi bersih industri.

Namun, energi terbarukan masih menghadapi kendala teknis seperti intermitensi (cuaca tidak menentu) dan kebutuhan penyimpanan energi cadangan.

Karena itu, gas alam tetap jadi alternatif yang dipilih, terutama di wilayah dengan keterbatasan jaringan listrik. Beberapa investasi pada gas alam adalah:

  • Microsoft berinvestasi di pembangkit gas di Dublin.
  • Meta mengembangkan fasilitas gas alam 2,2 GW di Louisiana dan 4,5 GW di Pennsylvania.
  • Kebutuhan Energi Tinggi Jadi Tantangan untuk Target Lingkungan

Apakah Akan Menjawab?

Banyak solusi yang dipilih, seperti teknologi penghilangan karbon dan nuklir, berbiaya mahal. Pengembangan energi terbarukan belum ambisius. Energi terbarukan mungkin dalam waktu dekat belum bisa memenuhi tuntutan energi karena pengembangan kecerdasan buatan

Baca juga: Earth AI, Kini Kecerdasan Buatan Bisa Bantu Eksplorasi Mineral Kritis

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau