Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi DAS Ciliwung Kritis, Ahli UGM Serukan Konservasi Menyeluruh

Kompas.com - 21/04/2025, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Hatma Suryatmojo menyerukan perlunya konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung yang menyeluruh.

Pasalnya, kondisi DAS Ciliwung sudah kritis karena berbagai kombinasi seperti deforestasi di hulu, urbanisasi tak terkendali di wilayah tengah dan hilir, serta lemahnya pengawasan terhadap pelanggaran tata ruang.

Hatma mengatakan, tutupan hutan dan vegetasi alami di DAS Ciliwung hanya tersisa 9,7 persen. Padahal, tutupan hutan dan vegeasi berperan penting dalam meresap air .

Baca juga: DAS Ciliwung Menyempit, Tutupan Lahan Permukiman Capai 61,78 Persen

Angka ini jauh dari ambang ideal 30 persen yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan hidrologis. Sebaliknya, wilayah terbangun telah mencapai sekitar 72 persen dari seluruh kawasan DAS.

"Dampak dari minimnya area resapan sangat nyata. Setiap musim hujan, air hujan tidak lagi meresap ke dalam tanah melainkan langsung melimpas ke permukaan. Sungai Ciliwung menjadi jalur utama limpasan tersebut, menyumbang sekitar 32 persen dari total volume banjir di Jakarta," kata Hatma dikutip dari situs web UGM, Senin (21/4/2025).

Selain mengalami kerusakan, DAS Ciliwung juga menghadapi krisis kualitas air. Pasalnya Sungai Ciliwung menanggung beban pencemaran tinggi dari limbah domestik dan sampah.

Data menunjukkan, beban biochemical oxygen demand (BOD) mencapai sekitar 54 ton per hari. Padahal daya tampung sungai hanya sekitar 9,3 ton.

Baca juga: Normalisasi Sungai Ciliwung Ditarget Rampung Tahun Depan

BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik yang terdapat di dalam air melalui proses biologis.

"Kondisi ini menjadikan DAS Ciliwung tidak hanya kritis secara hidrologis, tetapi juga secara ekologis dan kesehatan masyarakat," terang Hatma.

Konservasi menyeluruh

Berbagai kebijakan memang telah diterapkan, seperti normalisasi sungai, pembangunan bendungan kering, dan reforestasi. Namun, menurut Hatma, upaya-upaya ini masih bersifat parsial dan cenderung teknis.

"Solusi jangka panjang harus berbasis pada pendekatan ekosistem. Rehabilitasi hutan di hulu, restorasi sempadan sungai, serta pengendalian tata ruang secara ketat adalah langkah yang wajib dilakukan," papar Hatma.

Baca juga: KLH Segel PT Jaswita di Bogor karena Dibangun di DAS Ciliwung

Ia juga menyoroti pendekatan yang terlalu reaktif dari pemerintah daerah, terutama saat musim hujan. Apalagi setiap tahun, ada operasi modifikasi cuaca dengan menyemai garam ke awan untuk mengurangi hujan di Jakarta.

"Saya kira ini langkah jangka pendek yang bersifat kosmetik dan tidak menyelesaikan akar masalah," terang Hatma.

Hatma mengajak seluruh pemangku kepentingan dari pemerintah, akademisi, masyarakat, dan sektor swasta untuk terlibat aktif dalam pengelolaan DAS Ciliwung secara kolaboratif dan berkelanjutan.

"Tanpa pendekatan konservasi yang menyeluruh dan penegakan regulasi yang tegas, risiko banjir akan terus meningkat dan dampaknya terhadap masyarakat hilir akan semakin berat," papar Hatma.

Baca juga: Sapma PP Kembali Bersihkan Sampah Sungai Ciliwung

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Astra Bangun 250 Rumah Layak Huni Gratis untuk Warga Banyumas dan Garut
Astra Bangun 250 Rumah Layak Huni Gratis untuk Warga Banyumas dan Garut
Swasta
IPB: Koperasi Bisa Jadi Penggerak Pembangunan Berkelanjutan di RI dan Malaysia
IPB: Koperasi Bisa Jadi Penggerak Pembangunan Berkelanjutan di RI dan Malaysia
Pemerintah
Warga Diminta Tak Panik, Macan Tutul yang Kabur Terdeteksi di Hutan Tangkuban Parahu
Warga Diminta Tak Panik, Macan Tutul yang Kabur Terdeteksi di Hutan Tangkuban Parahu
Pemerintah
Perubahan Iklim Bikin Panen Pertanian Semakin Tidak Stabil
Perubahan Iklim Bikin Panen Pertanian Semakin Tidak Stabil
Pemerintah
Demi Target Iklim Global, SBTi Luncurkan Standar Net Zero untuk Sektor Energi Listrik
Demi Target Iklim Global, SBTi Luncurkan Standar Net Zero untuk Sektor Energi Listrik
Pemerintah
Tropenbos Kembangkan Agroforestri Karet dan Kopi Liberika di Kalbar
Tropenbos Kembangkan Agroforestri Karet dan Kopi Liberika di Kalbar
LSM/Figur
Tropenbos Libatkan Masyarakat untuk Redam Karhutla di Lanskap Pawan Kalbar
Tropenbos Libatkan Masyarakat untuk Redam Karhutla di Lanskap Pawan Kalbar
Pemerintah
Raksasa Antarktika Meleleh, Gunung Es Berusia 40 Tahun Akhirnya Hancur
Raksasa Antarktika Meleleh, Gunung Es Berusia 40 Tahun Akhirnya Hancur
Pemerintah
PBB Desak Negara-negara Segera Serahkan Rencana Iklim Baru Bulan Ini
PBB Desak Negara-negara Segera Serahkan Rencana Iklim Baru Bulan Ini
Pemerintah
Iradiasi Pangan Jadi Solusi Tekan Risiko Kontaminasi pada Makanan
Iradiasi Pangan Jadi Solusi Tekan Risiko Kontaminasi pada Makanan
Pemerintah
Festival Mbok Sri Digelar di Delanggu, Tunjukkan Seni Bertahan Petani dalam Ketidakpastian
Festival Mbok Sri Digelar di Delanggu, Tunjukkan Seni Bertahan Petani dalam Ketidakpastian
LSM/Figur
Bukan Hanya Surga, Pemimpin Agama Perlu Dorong Aksi Iklim di Mimbarnya
Bukan Hanya Surga, Pemimpin Agama Perlu Dorong Aksi Iklim di Mimbarnya
LSM/Figur
Antisipasi Megathrust, Kemenkes Siapkan Tim Medis Kedaruratan
Antisipasi Megathrust, Kemenkes Siapkan Tim Medis Kedaruratan
Pemerintah
Metana Tersembunyi dari Batu Bara Australia Dongkrak Emisi Baja hingga 15 Persen
Metana Tersembunyi dari Batu Bara Australia Dongkrak Emisi Baja hingga 15 Persen
LSM/Figur
KLH Minta Rumah Sakit Tangani Limbah Medis, Atasi Krisis Iklim
KLH Minta Rumah Sakit Tangani Limbah Medis, Atasi Krisis Iklim
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau