Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

Kompas.com, 18 April 2025, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Direktur Save Indonesian Nature & Threatened Species (Sintas) Hariyo T Wibisono meyakini, harimau jawa (Panthera tigris sondaica) tidak mungkin masih ada dengan kondisi ekologis Pulau Jawa saat ini.

Hal tersebut disampaikan Hariyo menanggapi banyaknya laporan penampakan harimau jawa di Pulau Jawa.

"Dia kan secara ekologis enggak mungkin, enggak mungkin ada. Jawa ini hutannya sudah terlalu sempit (untuk Harimau jawa)," kata Hariyo sebagaimana dilansir Antara, Kamis (17/4/2025).

Baca juga: Kemenhut Akan Pidanakan Pemburu Harimau Sumatera, 6 Terduga Pelaku Ditangkap

Hariyo yang juga menjadi salah satu Majelis Perwalian Amanah Forum Konservasi Macan Tutul jawa (Formata) itu menuturkan, seekor harimau membutuhkan ruang hidup 40 sampai 300 kilometer persegi.

Dengan luas tutupan hutan yang tersisa, menurutnya Pulau Jawa tidak mungkin lagi untuk menjadi habitat harimau jawa.

Dia menambahkan, sampai saat ini ada banyak kamera jebak yang telah dipasang, namun tidak pernah ada video yang menunjukkan satwa yang dinyatakan punah pada 1980-an itu di alam liar.

"Kalau ada dan laporan tersebut benar, kenapa tidak ada satupun yang dapat. Kalaupun ada itu pasti kelihatan," ucap Hariyo.

Baca juga: Harimau Mati di Riau Diduga Dibunuh Pemburu Profesional

Dia juga menyebutkan, di Taman Nasional Ujung Kulon, hampir 60 persen wilayahnya telah terkaver kamera jebak.

Akan tetapi, sampai saat ini tidak pernah terlihat sosok satwa yang pernah menjadi penguasa hutan Jawa ini satupun.

Hal ini semakin meyakinkannya bahwa sudah tidak ada lagi harimau jawa hidup di belantara Pulau Jawa. Terlebih, taman nasional lain juga tidak mendukung untuk habitat harimau jawa karena cenderung lebih sempit.

"Kemudian Alas Purwo, Baluran itu juga enggak mungkin, lebih sempit. Banyak tempat yang sudah dipasang kamera itu kalau ada pasti ada," papar Hariyo.

Baca juga: Harimau Berperilaku Unik Muncul di Sumbar, Ikuti Warga sampai Batas Kampung

Terkait jejak-jejak yang bisa menjadi acuan terkait keberadaan satwa tersebut, menurut dia diperlukan lebih dari satu bukti di alam.

Semisal scent marking atau tanda bau dari air seni dan feses baik di tanah atau pohon, kemudian scrap mark atau tanda cakaran di pohon atau batu.

"Harimau atau macan tutul itu enggak mungkin meninggalkan single sign atau tanda tunggal. Setidaknya kalau ketemu, kita cari di daerah sekitarnya misal 1-2 km persegi, itu pasti ada tanda yang lain, tanda penuh, enggak mungkin hanya satu," jelas Hariyo.

Terkait temuan genetik yang berasal dari sehelai bulu di wilayah Desa Cipendeuy, Kabupaten Sukabumi pada 2019 lalu, dia meyakini tidak terkonfirmasi sebagai harimau jawa, meski dilaporkan ada jejak kaki dan cakaran di dekat lokasi itu.

"Sejauh ini temuan-temuan yang dilaporkan tidak terkonfirmasi. Yang genetik itu juga kalau lihat adalah informasi awal. Kalau baca laporannya itu, hasilnya mempertanyakan yaitu 'apakah Harimau jawa masih ada di alam atau tidak, itu perlu penelusuran lebih lanjut'. Rrtinya tulisan itu sendiri tidak mengonfirmasi," tuturnya.

Baca juga: 2 Bayi Harimau Sumatera Lahir di Kebun Binatang Perancis, Dinamai Rimba dan Toba

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Pemerintah
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
LSM/Figur
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Pemerintah
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Pemerintah
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Swasta
Studi: Bisnis Gagal Nilai Dampak Lingkungan Penggunaan AI
Studi: Bisnis Gagal Nilai Dampak Lingkungan Penggunaan AI
Pemerintah
Ekspor Produk Hasil Hutan Stagnan, Kemenhut Genjot Hilirisasi
Ekspor Produk Hasil Hutan Stagnan, Kemenhut Genjot Hilirisasi
Pemerintah
Kemenhut Akui Sulit Relokasi Warga dari Tesso Nilo karena Provokator
Kemenhut Akui Sulit Relokasi Warga dari Tesso Nilo karena Provokator
Pemerintah
Energia Prima Nusantara Catat Kapasitas Listrik dari Pembangkit EBT Capai 162 MW
Energia Prima Nusantara Catat Kapasitas Listrik dari Pembangkit EBT Capai 162 MW
Swasta
United Tractors Perkuat Perkuat Komitmen Transisi Energi dengan Optimalkan PLTM Besai Kemu
United Tractors Perkuat Perkuat Komitmen Transisi Energi dengan Optimalkan PLTM Besai Kemu
Swasta
Bukan Sekadar Musik Keras, Rock In Solo 2025 Suarakan Isu Sosial dan Lingkungan
Bukan Sekadar Musik Keras, Rock In Solo 2025 Suarakan Isu Sosial dan Lingkungan
LSM/Figur
SCG Genjot Semen Rendah Karbon, Kurangi Batu Bara, Pakai Sampah untuk Energi
SCG Genjot Semen Rendah Karbon, Kurangi Batu Bara, Pakai Sampah untuk Energi
Swasta
BJA Group Tanam 20 Juta Pohon Gamal, Transisi Energi lewat Biomassa Berkelanjutan
BJA Group Tanam 20 Juta Pohon Gamal, Transisi Energi lewat Biomassa Berkelanjutan
Swasta
Ahli Sebut Pemotongan Dana Ancam Kesehatan Reproduksi Global
Ahli Sebut Pemotongan Dana Ancam Kesehatan Reproduksi Global
LSM/Figur
Jerman Kucurkan 1,15 Miliar Dollar AS untuk Dana Tropical Forest Forever Facility
Jerman Kucurkan 1,15 Miliar Dollar AS untuk Dana Tropical Forest Forever Facility
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau