Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kadar Arsenik di Beras Naik, Kesehatan Masyarakat di Asia Terancam

Kompas.com, 17 April 2025, 20:35 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Sebuah studi baru dari Mailman School of Public Health di Columbia University mengungkapkan perubahan iklim dapat secara signifikan memengaruhi kadar arsenik dalam padi, makanan pokok bagi jutaan orang di seluruh Asia.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan suhu di atas 2 derajat C, ditambah dengan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) dapat menyebabkan konsentrasi arsenik anorganik (iAs) yang lebih tinggi dalam beras.

Hal tersebut berpotensi meningkatkan risiko kesehatan seumur hidup bagi populasi di Asia pada tahun 2050.

Penelitian yang dilakukan bersama dengan rekan-rekan di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health dan Akademi Ilmu Pengetahuan China ini merupakan studi pertama yang secara mendalam meneliti efek gabungan dari peningkatan kadar CO2 dan suhu akibat perubahan iklim terhadap penumpukan arsenik dalam beras.

"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa peningkatan kadar arsenik ini dapat secara signifikan meningkatkan kejadian penyakit jantung, diabetes, dan efek kesehatan nonkanker lainnya," kata Lewis Ziska, Ph.D., profesor madya Mailman School of Public Health, dikutip dari Phys, Kamis (17/4/2025).

Baca juga: Ekonomi 11 Negara Asia-Pasifik Rentan Terdampak Perubahan Iklim, Mana Saja?

"Karena beras merupakan makanan pokok di banyak bagian dunia, perubahan ini dapat menyebabkan peningkatan signifikan dalam beban global kanker, penyakit kardiovaskular, dan masalah kesehatan terkait arsenik lainnya," tambahnya.

Ziska menjelaskan bahwa kadar arsenik yang lebih tinggi kemungkinan disebabkan oleh perubahan kimia tanah terkait iklim yang mendukung arsenik lebih mudah diserap ke dalam bulir padi.

"Dari perspektif kesehatan, efek toksikologi paparan iAs kronis sudah diketahui dengan baik, dan mencakup kanker paru-paru, kandung kemih, dan kulit, serta penyakit jantung iskemik. Bukti yang muncul juga menunjukkan bahwa paparan arsenik dapat dikaitkan dengan diabetes, hasil kehamilan yang buruk, masalah perkembangan saraf, dan efek sistem kekebalan tubuh," jelasnya lagi.

Dalam studinya, peneliti mengukur dampak kenaikan suhu dan CO2 pada 28 galur padi selama 10 tahun di lapangan.

Mereka menggunakan metodologi FACE ( Pengayaan CO2 Udara Bebas) dan menggabungkan teknik pemodelan tingkat lanjut.

Selanjutnya, tim memperkirakan dosis arsenik anorganik dan risiko kesehatan untuk tujuh negara Asia yakni Bangladesh, China, India, Indonesia, Myanmar, Filipina, dan Vietnam.

Perkiraan ketersediaan beras pada tahun 2021 menurut negara kemudian digunakan sebagai titik awal untuk memperkirakan konsumsi beras.

Sementara standar deviasi konsumsi beras per kilogram berat badan dari data Badan Perlindungan Lingkungan AS (U.S. Environmental Protection Agency) digunakan untuk membuat distribusi normal untuk setiap negara.

Baca juga: Peneliti Temukan Padi yang Mampu Reduksi Metana Hingga 70 Persen

Proyeksi penelitian pada tahun 2050 menunjukkan peningkatan tajam dalam kasus kanker seumur hidup, khususnya kanker paru-paru dan kandung kemih.

China diproyeksikan akan mengalami jumlah kasus tertinggi, dengan perkiraan 13,4 juta kanker terkait dengan paparan arsenik berbasis beras.

"Berdasarkan temuan kami, kami yakin ada beberapa tindakan yang dapat membantu mengurangi paparan arsenik di masa mendatang," kata Ziska.

Ini termasuk upaya pemuliaan tanaman untuk meminimalkan penyerapan arsenik, pengelolaan tanah yang lebih baik di sawah, dan praktik pengolahan yang lebih baik.

Langkah-langkah tersebut, bersama dengan inisiatif kesehatan masyarakat yang difokuskan pada edukasi konsumen dan pemantauan paparan, dapat memainkan peran penting dalam mengurangi dampak kesehatan dari perubahan iklim terhadap konsumsi beras.

"Studi kami menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengambil tindakan guna mengurangi paparan arsenik pada beras, terutama karena perubahan iklim terus memengaruhi ketahanan pangan global," tambah Ziska.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau