Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Permukaan Air Laut Bisa Jadi Bencana, meski Target 1,5°C Tercapai

Kompas.com, 30 Mei 2025, 15:35 WIB
Eriana Widya Astuti,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Sebuah studi baru memperingatkan bahwa kenaikan permukaan laut yang terjadi tetap bisa menimbulkan bencana migrasi.

Dalam penelitian yang diterbitkan di Communications Earth and Environment, para ilmuwan menganalisis data dari periode hangat sebelumnya dalam sejarah Bumi, dikombinasikan dengan pengamatan terbaru terhadap lapisan es dan pemodelan numerik.

Menurut studi tersebut, bahkan tingkat pemanasan saat ini, yakni sekitar 1,2 derajat Celsius, kemungkinan sudah terlalu tinggi untuk menjaga keseimbangan massa lapisan es.

Jika pemanasan terus berlangsung di jalur ini, lapisan es bisa runtuh lebih cepat dan menyebabkan permukaan laut naik beberapa meter.

Baca juga: Pemanasan Global Bisa Ubah Pola Hujan, Timbulkan Kekeringan dan Banjir

“Membatasi pemanasan hingga 1,5°C akan menjadi pencapaian besar, dan itu seharusnya menjadi fokus utama kita,” kata Chris Stokes, penulis utama studi dan profesor di Departemen Geografi Universitas Durham, sebagaimana dikutip dari laman Ecowatch pada Jumat (30/5/2025).

Meskipun target 1,5°C tercapai atau hanya dilampaui sebentar, masyarakat tetap perlu menyadari bahwa kenaikan permukaan laut akan terus berlanjut hingga ke titik yang sangat sulit dihadapi.

Kenaikan air laut setinggi 1 sentimeter per tahun bukanlah hal yang mustahil dalam masa hidup generasi muda saat ini.

Pencairan lapisan es bisa menjadi ancaman besar bagi penduduk pesisir, terutama jika umat manusia gagal menjaga suhu Bumi tetap dalam batas aman bagi es di kutub.

Penulis studi memperkirakan bahwa suhu yang benar-benar aman bagi keseimbangan lapisan es ada di kisaran mendekati atau di bawah 1 derajat Celsius dibandingkan tingkat pra-industri.

“Yang kami maksud dengan batas aman adalah batas yang masih memungkinkan adaptasi, bukan migrasi besar-besaran yang memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka,” kata Jonathan Bamber, profesor di Universitas Bristol, Inggris, sebagaimana dilaporkan oleh Mother Jones.

Baca juga: Pemanasan Global Sebabkan Lahan Basah Hasilkan Lebih Banyak Metana

Migrasi Penduduk

Ia menambahkan, jika dunia gagal menjaga batas tersebut, adaptasi akan menjadi sangat sulit. Dalam skenario itu, migrasi penduduk dalam jumlah besar sangat mungkin terjadi, dalam skala yang belum pernah disaksikan dalam sejarah peradaban modern.

Menurut para peneliti, sekitar 230 juta orang tinggal di wilayah yang hanya satu meter dari permukaan laut. Kelompok ini akan menjadi yang paling terdampak oleh mencairnya lapisan es.

Jutaan orang berpotensi mengungsi bahkan jika permukaan laut naik satu meter. Namun, jika suhu bumi melampaui 1,5 derajat Celsius, permukaan laut bisa naik lebih tinggi lagi hingga beberapa meter.

Baca juga: Pemanasan Global Sebabkan Kadar Oksigen Danau di Dunia Turun

Para ilmuwan juga mengingatkan bahwa peluang untuk mencapai target Perjanjian Paris semakin kecil. Tahun 2024—yang tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah—merupakan tahun kalender pertama yang mencapai rata-rata pemanasan 1,5 derajat.

Saat ini, dunia berada di jalur yang mengarah pada pemanasan antara 2,1 hingga 2,9 derajat Celsius pada tahun 2100.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau