Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Ancam Energi Angin, Potensinya Bisa Berkurang

Kompas.com, 4 Juni 2025, 17:04 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Earth.com

KOMPAS.com - Di tengah upaya dunia beralih ke energi bersih, perubahan iklim justru mengancam potensi sumber daya alam yang diandalkan—termasuk energi angin.

Meskipun beberapa tempat mungkin menjadi sedikit lebih berangin di permukaan tanah, angin pada ketinggian penting untuk menggerakkan turbin bisa melemah, terutama di wilayah-wilayah strategis.

Hal ini berdampak besar pada rencana pembangunan atau perluasan proyek energi angin. Salah satu contohnya terjadi di Timur Tengah.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pola cuaca di kawasan itu berubah akibat pemanasan global. Pergeseran tersebut bisa mengurangi kekuatan angin—bahkan dengan cara yang tak terduga—dan melemahkan kapasitas kawasan ini untuk menghasilkan listrik dari turbin angin.

Temuan ini berasal dari studi yang dipimpin Melissa Latt dari Institut Teknologi Karlsruhe dan Assaf Hochman dari Universitas Ibrani Yerusalem.

"Potensi energi angin adalah bagian yang sangat penting untuk mencapai masa depan berkelanjutan di wilayah tersebut, dan memahami bagaimana perubahan iklim memengaruhi atau mengubah pola angin adalah kunci utama untuk membuat keputusan investasi yang cerdas dan bertahan dalam jangka panjang," ungkap Hochman.

Baca juga: Inggris Galau, Haruskah Libatkan China dalam Proyek Energi Angin Raksasa?

Dalam studi yang dipublikasikan di Climatic Change dan dilansir Earth, Sabtu (31/5/2025), para ilmuwan menggunakan model iklim regional dengan resolusi tinggi untuk melihat lebih detail pola angin musim panas di gurun, garis pantai, dan pegunungan.

Mereka membandingkan data iklim masa lalu dengan proyeksi hingga 2070, dan menemukan bahwa kontras suhu permukaan laut yang berubah bisa meningkatkan angin di dekat permukaan tanah. Tapi angin di ketinggian turbin—sekitar 490 kaki—justru diperkirakan melemah di sebagian besar wilayah. Bahkan, kecepatannya bisa turun hingga 2,2 mil per jam.

Kondisi ini bisa membuat kawasan kehilangan sekitar 6,64 juta Btu energi angin hanya dalam waktu enam jam—jumlah yang cukup signifikan bagi sistem energi.

Padahal banyak proyek energi angin selama ini dibangun di daratan. Maka, perubahan pola angin ini menimbulkan pertanyaan besar: di mana lagi lokasi ideal dan hemat biaya untuk menempatkan turbin dalam beberapa dekade ke depan?

Beberapa area pesisir, seperti di sekitar Laut Merah, masih menyimpan potensi angin yang kuat. Namun, wilayah-wilayah di pedalaman kemungkinan besar akan kesulitan mempertahankan tingkat produksi yang sama seperti dulu. Ini berarti negara-negara yang ingin mengembangkan energi angin, seperti di Timur Tengah, harus bersiap dengan strategi baru.

Peneliti menyarankan pemetaan angin permukaan yang lebih akurat dan mempertimbangkan pembangunan ladang angin lepas pantai.

Turbin lepas pantai memang lebih kompleks untuk dipasang, tetapi menawarkan angin yang lebih stabil—solusi yang menjanjikan untuk menggantikan koridor angin daratan yang melemah.

Alternatif lainnya adalah menggabungkan proyek angin dan surya. Ketika angin lemah, terutama di jam-jam krusial, energi matahari bisa mengisi kekosongan.

Saat siang hari sangat panas dan turbin angin bekerja kurang optimal, panel surya justru mencapai puncak produksi. Ini sangat ideal di wilayah yang cerah dan masih mengembangkan infrastruktur listriknya.

Ke depan, perencanaan energi angin harus mempertimbangkan lokasi yang bisa menjaga kestabilan produksi meski iklim terus berubah. Dengan strategi cermat dan dukungan teknologi, ancaman perubahan iklim justru bisa diubah menjadi peluang untuk menciptakan sistem energi yang lebih kuat dan tahan banting.

Baca juga: Meroket, Tambahan Energi Angin Global Capai 117 Gigawatt pada 2024

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau