Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Bagaimana Membangun Pusat Data Berkelanjutan? Pelajaran dari Malaysia

Kompas.com, 4 Juni 2025, 12:02 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Professor Dr. Nuarrual Hilal Md Dahlan*

KOMPAS.com - Asia Tenggara kini sedang mengalami revolusi digital. Dengan pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI), e-commerce, dan komputasi awan, kawasan ini kini menjadi rumah bagi sejumlah proyek pembangunan pusat data paling ambisius di dunia.

Sayangnya, perkembangan ekonomi digital ini tidak diikuti dengan kerangka hukum yang kuat. Regulasi di ASEAN masih tertinggal di era pra-digital.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar: bisakah ASEAN benar-benar membangun industri pusat data yang berkelanjutan?

Melihat Malaysia: Antara ambisi digital dan regulasi yang usang

Malaysia menjadi contoh nyata dalam kasus ini. Pada 2024 lalu, negara ini berhasil mengamankan investasi lebih dari 23,3 miliar dollar AS untuk pembangunan pusat data dari raksasa teknologi seperti Microsoft, Google, dan Amazon Web Services.

Investasi ini menjadi fondasi utama bagi pusat data modern yang digadang-gadang sebagai mesin penggerak ekonomi digital negara. Langkah ini sekaligus menegaskan posisi Malaysia sebagai tech hub atau pusat teknologi utama di Asia Tenggara.

Namun sayangnya, di balik kemajuan infrastruktur yang canggih, sistem hukumnya masih tertinggal jauh.

Baca juga: Dow-Google Kembangkan Teknologi AI untuk Daur Ulang Plastik Lunak

Berikut persoalannya:

  1. Malaysia’s National Land Code: Meskipun revisi terakhir dilakukan pada 2020, hukum dasar yang mengatur soal zonasi, perencanaan penggunaan lahan, dan pendaftaran tanah ini sudah sangat usang—dibuat pada masa ketika konsep pusat data bahkan belum dikenal. Peraturan ini memberikan kewenangan yang lebih besar kepada otoritas negara bagian dan otoritas pertanahan ketimbang otoritas perencanaan, sehingga batasan dan syarat penggunaan tanah lebih banyak ditentukan oleh pejabat daripada perencana kota atau wilayah yang punya pandangan strategis jangka panjang.
  2. The Town and Country Planning Act 1976 (Act 172): Regulasi ini memberikan lebih banyak kewenangan pada otoritas lokal ketimbang badan teknis dalam proses persetujuan pembangunan. Akibatnya, keputusan lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan politik daripada aspek teknis dan strategis, sehingga sering terjadi konflik yang menyebabkan hambatan dalam proses persetujuan serta membuat bingung para pengembang. Aturan ini perlu direvisi agar selaras dengan kebutuhan pembangunan, publik, dan ekonomi digital masa kini. Tantangan ini terlihat jelas di Johor, yang baru-baru ini menolak hampir 30 persen aplikasi pembangunan pusat data guna menjaga ketersediaan air dan listrik bagi masyarakat.
  3. Penilaian Dampak Lingkungan (EIA) adalah proses yang diwajibkan oleh hukum (Akta 172) untuk menilai dampak lingkungan proyek pembangunan berskala besar, termasuk pusat data. Secara umum, EIA sudah dijalankan secara relatif konsisten oleh pemerintah dan pengembang. Namun, dalam implementasinya masih ada tantangan dalam memastikan kepatuhan di semua proyek karena lemahnya pengawasan dan perbedaan standar atau interpretasi antara satu wilayah dengan wilayah lain.
  4. Pusat data juga harus tunduk pada Act 1974 (Act 133) dan 1984 yang mengatur jalan, saluran drainase, bangunan, dan keselamatan kebakaran untuk memastikan proyek berkelanjutan dan aman dalam operasional. Meskipun demikian, banyak dari peraturan ini yang dibuat puluhan tahun lalu. Maka dari itu, komitmen yang berkelanjutan untuk memodernisasi peraturan-peraturan ini harus terus berjalan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur modern, serta aspirasi publik dan nasional yang terus berkembang.
  5. Pada 2024, Malaysia mencoba merespons persoalan dengan mengeluarkan Panduan Perancangan Pusat Data. Meski memberi arahan yang jelas tentang penggunaan lahan, kebutuhan energi, dan air, sayangnya panduan ini belum bersifat mengikat secara hukum.

Hal yang lebih memprihatinkan, panduan tersebut belum mampu mengatasi struktur pemerintahan ganda di Malaysia, di mana wewenang federal dan negara bagian sering berjalan sendiri-sendiri. Hal ini menyebabkan ketidakpastian bagi investor, hambatan birokrasi bagi regulator dan pengembang, serta biaya ekstra.

Bagi masyarakat, hal ini merperlambat pembangunan infrastruktur digital, yang berdampak pada kecepatan internet, akses terhadap layanan, serta peluang kerja di industri teknologi.

Baca juga: Bagaimana AI Membantu Industri Mode Kurangi Limbah Tekstil?

Masalah serupa di negara-negara ASEAN lain

Tapi Malaysia tidak sendiri. Negara-negara ASEAN lain seperti Indonesia, Thailand, dan Filipina juga menghadapi permasalahan serupa: hukum yang ketinggalan zaman, regulasi lingkungan yang lemah, dan tata kelola yang terfragmentasi.

Hal ini menjadi perhatian serius dalam ASEAN Digital Masterplan 2025, yang menegaskan bahwa tanpa reformasi hukum dan regulasi, ASEAN bisa tertinggal dalam persaingan digital global.

ASEAN Economic Community Blueprint 2025 sudah menyerukan harmonisasi, transparansi, dan pembentukan regulasi yang kuat untuk menarik investasi infrastruktur. Sayangnya, prosesnya berjalan sangat lambat.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
2 Nelayan Perempuan Asal Maluku dan Papua Gerakkan Ekonomi Keluarga Pesisir
2 Nelayan Perempuan Asal Maluku dan Papua Gerakkan Ekonomi Keluarga Pesisir
Pemerintah
Saat Anak Muda Diajak Kembali ke Sawah lewat Pendekatan Inovatif
Saat Anak Muda Diajak Kembali ke Sawah lewat Pendekatan Inovatif
Pemerintah
4 Orangutan Korban Perdagangan Ilegal Dipulangkan ke Indonesia dari Thailand
4 Orangutan Korban Perdagangan Ilegal Dipulangkan ke Indonesia dari Thailand
Pemerintah
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau