KOMPAS.com - Tanah liat yang merupakan salah satu nanomaterial paling umum di Bumi, berpotensi besar untuk membantu mengurangi emisi karbon dioksida di masa depan.
Ilmuwan yang beride menggunakan tanah liat untuk menangkap CO2 dari udara ini berasal dari Purdue University, dan mereka bekerja sama dengan Sandia National Laboratories dalam penelitian ini.
Penelitian ini pun memberikan harapan baru dalam upaya global untuk memerangi krisis iklim dengan menawarkan metode yang berpotensi efektif dan murah untuk menghilangkan CO2 dari atmosfer.
Melansir Earth, Jumat (6/6/2025), tim peneliti dari Purdue University telah mempelajari mineral tanah liat selama lebih 30 tahun.
Baca juga: Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Seiring berjalannya waktu, mereka kemudian berhasil mengungkap detail penting tentang bagaimana partikel-partikel tersebut berperilaku.
"Tanah liat memiliki luas permukaan yang sangat besar, luar biasa luas, meskipun wujud fisiknya terlihat padat dan kecil," kata Cliff Johnston, peneliti utama dari Purdue University.
Luas permukaan yang luar biasa besar pada tanah liat bukan hanya di bagian luar partikelnya, tetapi sebagian besar berada di dalam, di jaringan pori-pori atau rongga-rongga mikroskopis dan nanoskopi yang kompleks.
"Ini adalah hasil penemuan dari puluhan tahun penelitian tim di mana terdapat dua jenis pori-pori internal yang berbeda secara kimiawi yakni polar dan non polar," terang Johnston.
Dari situ peneliti dapat merancang tanah liat yang secara selektif menyerap CO2 ke wilayah non polar sehingga memungkinkan penangkapan CO2 yang efisien dan selektif langsung dari udara.
Baca juga: Eropa Dapat Peringatan, Diminta Pertahankan Target Iklim, Hindari Kredit Karbon Murah
Penelitian ini secara khusus menargetkan smektit, jenis tanah liat alami yang sangat umum dan berukuran nano, karena luas permukaannya yang masif dan ukurannya yang sangat kecil menjadikannya material yang ideal untuk menangkap gas seperti CO2 dari lingkungan.
Sampai saat ini, sebagian besar upaya untuk menangkap karbon dioksida difokuskan pada bahan berteknologi tinggi seperti zeolit, kerangka logam-organik, dan penyerap berbasis amina padat.
Namun, mineral tanah liat sering kali diabaikan. Mineral tersebut tampak terlalu biasa. Studi baru ini mengubah perspektif tersebut.
Sehingga Ini adalah pertama kalinya para peneliti menunjukkan bagaimana mineral tanah liat dapat menyerap karbon dioksida dan uap air pada kondisi yang mendekati apa yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari.
Implikasi dari penemuan ini menjanjikan. Dengan tanah liat yang melimpah dan murah, tanah liat dapat menawarkan cara yang dapat diskalakan untuk menangkap karbon dioksida dari udara.
Orang dapat menggunakannya untuk mengurangi emisi dari pabrik atau menyimpan karbon dioksida di bawah tanah, menjaganya agar tidak masuk ke atmosfer dalam jangka panjang.
Studi ini dipublikasikan di jurnal The Journal of Physical Chemistry C.
Baca juga: Sampah Karbon Raksasa, Mungkinkah Dihapus?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya