Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suarakan Darurat Lingkungan, Sederet Musisi Indonesia Ikuti Lokakarya IKLIM

Kompas.com - 02/07/2025, 17:00 WIB
Eriana Widya Astuti,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Di tengah ancaman krisis lingkungan yang kian mendesak di Indonesia, sejumlah musisi bergabung dalam lokakarya yang di selenggarakan oleh The Indonesian Climate Communications, Arts & Music Lab (IKLIM).

Selama lima hari di Ubud, Bali, mereka mendalami berbagai isu iklim dan mengeksplorasi peran musik, seni, dan refleksi pribadi dalam mendorong perubahan.

Sebanyak 15 musisi dari berbagai daerah dan genre, termasuk Kunto Aji, Reality Club, Teddy Adhitya, Sukatani, dan lainnya, mengikuti rangkaian kegiatan intensif yang membahas akar penyebab krisis iklim, peran budaya dalam advokasi lingkungan, serta merumuskan langkah kolaboratif untuk aksi nyata.

Diskusi dalam lokakarya mencakup isu-isu mendesak seperti ancaman terhadap Raja Ampat yang melahirkan gerakan #SaveRajaAmpat, ekspansi tambang nikel di Morowali, deforestasi, serta ketergantungan terhadap batu bara. Selain berdiskusi, para musisi juga berkolaborasi secara artistik, merespons isu-isu tersebut lewat perspektif mereka sebagai seniman.

Kunto Aji menyebut keterlibatannya dalam lokakarya ini bermula dari kegelisahan pribadi.

"Saya tinggal di Tangerang Selatan dan setiap hari harus menghadapi kualitas udara yang buruk," ujar Kunto Aji dalam keterangannya, Rabu (2/7/2025).

Sebagai ayah dari dua anak kecil, ia merasa perlu mengambil peran dalam memperjuangkan lingkungan yang layak untuk generasi selanjutnya.

“Udara itu gratis, tapi kenapa kita nggak bisa menikmatinya dengan baik? Kita tahu penyebab dan solusinya, tapi tidak ada tindakan nyata. Saat itu saya bertanya: sebagai musisi, apa yang bisa saya lakukan?” lanjutnya.

Baca juga: Ikut Lestarikan Lingkungan, Peruri Serahkan Bibit Pohon ke Pemkab Karawang

Faiz dari Reality Club juga mengungkapkan pengalaman serupa. Menurutnya, lokakarya ini bukan hanya menjadi inspirasi berkarya, tapi juga ruang refleksi yang menggugah kesadaran personal.

“Setelah mendapat banyak hard truth, saya terdorong untuk mengubah hal-hal dalam hidup saya secara perlahan tapi konsisten,” ujarnya.

Ia juga ingin menyebarkan kesadaran ini kepada orang-orang terdekat, seperti fans, teman, dan keluarga.

Cipoy, gitaris Sukatani, menyoroti dampak krisis iklim terhadap ruang hidup manusia dan budaya.

“Sebagai musisi yang hidup dan berkarya di ruang sosial dan budaya, kami pun ikut terdampak,” katanya.

Maka dari itu, ia menegaskan pentingnya seniman turut merespons isu lingkungan, karena perubahan iklim memengaruhi semua orang secara langsung.

Selama lokakarya, para peserta didampingi pakar dari berbagai organisasi lingkungan dan belajar bersama tentang isu energi, hutan, laut, serta ruang hidup komunitas adat. Proses pembelajaran ini memperluas pemahaman para musisi tentang kompleksitas krisis iklim dari perspektif sosial, ekologis, hingga kultural.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau