Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IRENA: Energi Terbarukan Jadi Pilihan Termurah untuk Produksi Listrik

Kompas.com, 25 Juli 2025, 14:14 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laporan baru dari International Renewable Energy Agency (IRENA) menunjukkan bahwa energi terbarukan menjadi opsi termurah untuk produksi listrik.

Laporan ini menunjukkan bahwa pada tahun 2024, energi terbarukan adalah pilihan paling ekonomis untuk pembangkit listrik baru.

Sekitar 91 persen dari pembangkit listrik terbarukan skala besar yang baru dibangun menghasilkan listrik dengan biaya lebih rendah daripada pembangkit listrik bahan bakar fosil termurah yang baru dipasang.

Melansir Down to Earth, Kamis (24/7/2025) analisis IRENA menunjukkan bahwa pada 2024, pembangkit listrik tenaga angin darat skala besar yang baru masih menjadi sumber listrik terbarukan termurah, 53 persen lebih murah dari bahan bakar fosil termurah.

Pembangkit listrik tenaga surya (PV) juga jauh lebih murah, yakni 41 persen.

Baca juga: China Terapkan Standar Energi Terbarukan Pertama untuk Sektor Baja dan Semen

Biaya listrik dari pembangkit tenaga angin darat (onshore wind) adalah 0.034 dolar AS per kilowatt-jam (kWh).

Ini diikuti oleh pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik (solar PV) dengan biaya 0.043 dolar AS /kWh, dan hidropower baru dengan biaya 0.057 dolar AS/kWh.

Sementara itu biaya pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan juga telah turun drastis.

Pada tahun 2024, biaya pemasangan tenaga surya PV hanya 691 dolar AS/kW, angin darat 1.041 dolar AS/kW, dan angin lepas pantai 2.852 dolar AS/kW. Hal tersebut menunjukkan investasi di energi terbarukan makin murah.

Kemajuan teknologi lain juga ternyata juga bikin energi terbarukan makin ekonomis.

Contohnya, biaya sistem baterai penyimpanan energi (BESS) turun drastis 93 persen sejak 2010, jadi cuma 192 dolar AS/kWh untuk sistem besar pada tahun 2024. Hal ini membuat penyimpanan energi terbarukan jadi jauh lebih murah.

Baca juga: Transisi Energi Terbarukan yang Adil Tingkatkan PDB Global 21 Persen

Laporan juga memprediksi bahwa meskipun penurunan biaya di sektor energi terbarukan akan melambat, dampaknya akan tetap besar terutama di daerah dengan pertumbuhan pesat.

Para peneliti melihat bahwa di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, biaya proyek energi ini sangat berpengaruh pada seberapa cepat teknologinya diadopsi. Jika pasar berkembang pesat, biaya energi terbarukan bisa turun lebih cepat lagi.

Meskipun biaya energi terbarukan global cenderung menurun, namun di Eropa dan Amerika Utara, biaya mungkin tetap tinggi. Ini karena masalah seperti lambatnya izin dan tingginya biaya komponen pendukung (BoS) di luar pembangkit utama.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Pemerintah
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Advertorial
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau