Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM Sebut Perubahan Iklim Ancam Pola Hujan dan Pertanian Indonesia

Kompas.com, 25 Juli 2025, 10:00 WIB
Eriana Widya Astuti,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Perubahan iklim global yang semakin ekstrem dinilai mulai mengganggu sistem cuaca regional, termasuk di kawasan Asia Tenggara.

Dampak ini tidak hanya memengaruhi pola hujan, tetapi juga berisiko terhadap ketahanan pangan Indonesia akibat meningkatnya potensi gagal panen.

Pakar agrometeorologi dan perubahan iklim dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dwi Apri Nugroho, menyebut gangguan sistem iklim dan cuaca akibat pencairan es di Samudra Atlantik bisa berdampak pada pertanian di Indonesia.

Hal ini disampaikannya menanggapi hasil studi paleoklimatologi yang dipublikasikan dalam jurnal Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology edisi terbaru.

Studi tersebut mengungkap keterkaitan erat antara perubahan sirkulasi iklim global dan dinamika musim hujan di kawasan tropis. Dijelaskan bahwa peningkatan intensitas monsun Indo-Australia, yang menyebabkan Australia bagian utara menjadi lebih basah, turut mendorong percepatan pencairan es di Atlantik.

Dampaknya, musim hujan di belahan Bumi utara melemah, sementara sebagian kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, diperkirakan akan mengalami kondisi yang lebih kering.

“Fluktuasi iklim berskala global ini perlu diantisipasi secara serius, baik oleh pemerintah maupun masyarakat,” kata Bayu sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis di laman UGM, Kamis (24/7/2025).

Namun, salah satu tantangan besar adalah terbatasnya kualitas dan konsistensi data cuaca di Indonesia, yang membuat prediksi sulit dilakukan secara presisi.

“Sulitnya memprediksi cuaca secara presisi menjadi hambatan dalam pengambilan keputusan strategis, terutama di sektor-sektor vital seperti pertanian dan pengelolaan sumber daya air,” ujar Bayu.

Baca juga: Riset Ahli: Udara Bersih Asia Timur Justru Ungkap Wajah Asli Krisis Iklim

Untuk mengatasi hal tersebut, Bayu menekankan pentingnya langkah-langkah konkret seperti pembangunan embung serta pemanfaatan air tanah (water harvesting). Ini dapat berguna mengantisipasi kekeringan yang dapat mengganggu praktik pertanian.

Ia juga mendorong penguatan sistem peringatan dini berbasis dampak. Dengan demikian petani dapat memprediksi waktu tanam lebih akurat.

Langkah adaptasi lainnya mencakup penelitian bibit unggul tahan kekeringan dan revitalisasi infrastruktur irigasi. Semua ini, menurut Bayu, membutuhkan sinergi antara riset ilmiah, kebijakan publik, dan inovasi teknologi.

Bayu juga menekankan pentingnya kerja sama regional dan internasional antara ilmuwan, pembuat kebijakan, dan masyarakat dalam mengembangkan sistem prediksi iklim yang lebih akurat, termasuk melalui berbagi data cuaca, pengembangan model prediksi bersama, serta inovasi teknologi adaptasi dan mitigasi.

Di sisi lain, ia menyoroti perlunya keterlibatan masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

Peningkatan literasi iklim dan sosialisasi gaya hidup berkelanjutan, menurutnya, dapat dimulai dari hal-hal sederhana seperti berjalan kaki, menghemat air, menanam pohon, hingga menjaga konservasi tanah dan air.

Baca juga: Universitas Bisa Bantu Hadapi Krisis Iklim, tapi Terjebak Urusan Uang

“Perubahan besar dimulai dari kesadaran dan tindakan sederhana di tingkat komunitas,” ujarnya.

Ia juga menekankan peran penting generasi muda sebagai agen perubahan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.

Dengan risiko iklim yang semakin nyata, upaya adaptasi di tingkat kebijakan, teknologi, invosai hingga kesadaran individu menjadi krusial.

Masa depan pertanian dan ketahanan pangan nasional bergantung pada seberapa cepat seluruh elemen masyarakat merespons perubahan ini.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lestarikan Lagi Tenunan Berpewarna Alami, BCA Libatkan 32 Penenun Songket Melayu
Lestarikan Lagi Tenunan Berpewarna Alami, BCA Libatkan 32 Penenun Songket Melayu
Swasta
COP 30: Dagang Karbon Kuno dan Terbukti Gagal, Indonesia Perlu Strategi Baru
COP 30: Dagang Karbon Kuno dan Terbukti Gagal, Indonesia Perlu Strategi Baru
LSM/Figur
Pemerintah Dinilai Punya Skema Pendanaan untuk Pensiunkan PLTU
Pemerintah Dinilai Punya Skema Pendanaan untuk Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
Atasi Batu Sandungan Emisi Sektor Energi, Pensiunkan PLTU Jadi Solusi
Atasi Batu Sandungan Emisi Sektor Energi, Pensiunkan PLTU Jadi Solusi
LSM/Figur
Kemenhut: Perambahan Ilegal Habitat Gajah di TN Kerinci Seblat Capai 4 Ha
Kemenhut: Perambahan Ilegal Habitat Gajah di TN Kerinci Seblat Capai 4 Ha
Pemerintah
Menyelamatkan Burung Laut, Menyelamatkan Lautan
Menyelamatkan Burung Laut, Menyelamatkan Lautan
LSM/Figur
Kota Global Butuh 105 Miliar Dollar AS untuk Pendanaan Proyek Iklim
Kota Global Butuh 105 Miliar Dollar AS untuk Pendanaan Proyek Iklim
Pemerintah
Target Berbasis Sains Tingkatkan Hubungan Korporasi dengan Investor Secara Signifikan
Target Berbasis Sains Tingkatkan Hubungan Korporasi dengan Investor Secara Signifikan
Pemerintah
Trend Asia: Indonesia Bermuka Dua soal Iklim, Janji Manis ke Dunia, Ingkari Warganya
Trend Asia: Indonesia Bermuka Dua soal Iklim, Janji Manis ke Dunia, Ingkari Warganya
LSM/Figur
Lembaga Ini Sebut Pengoperasian 20 PLTU di Indonesia Sebabkan 156.000 Kematian Dini
Lembaga Ini Sebut Pengoperasian 20 PLTU di Indonesia Sebabkan 156.000 Kematian Dini
LSM/Figur
Kapasitas Listrik dari Pembangkit Tenaga Angin Lepas Pantai Naik 3 Kali Lipat pada 2030
Kapasitas Listrik dari Pembangkit Tenaga Angin Lepas Pantai Naik 3 Kali Lipat pada 2030
LSM/Figur
Algoritma Medsos Semakin Tentukan Isu Publik yang Dianggap Penting
Algoritma Medsos Semakin Tentukan Isu Publik yang Dianggap Penting
LSM/Figur
Bersihkan Kawasan Mandalika, ITDC Tangani 7,2 Ton Sampah Kiriman di Pantai Tanjung Aan
Bersihkan Kawasan Mandalika, ITDC Tangani 7,2 Ton Sampah Kiriman di Pantai Tanjung Aan
BUMN
Polusi Udara dari Bahan Bakar Fosil Sebabkan 2,52 Juta Kematian
Polusi Udara dari Bahan Bakar Fosil Sebabkan 2,52 Juta Kematian
LSM/Figur
Ini Hitungan Kerugian Ekonomi yang Terjadi di Indonesia akibat Krisis Iklim
Ini Hitungan Kerugian Ekonomi yang Terjadi di Indonesia akibat Krisis Iklim
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau