Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Pasar Hewan Bisa Jadi Dapur Virus, Pandemi Berikutnya Bisa Muncul dari Sana

Kompas.com, 7 Oktober 2025, 12:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Arif Nur Muhammad Ansori*, Arli Aditya Parikesit**, Ronny Soviandhi***, Yudhi Nugraha****

KOMPAS.com - Kendati pandemi COVID-19 sudah berlalu, ancaman wabah penyakit masih bisa muncul kapan saja, termasuk dari pasar hewan yang menjual satwa liar di Indonesia.

Misalnya, Pasar Jatinegara di DKI Jakarta hingga Pasar Tomohon dan Langowan di Sulawesi Utara. Kawasan ini bisa menjadi “rumah” bagi penyebaran berbagai virus karena satwa liar adalah inang potensial bagi mereka.

Layaknya dapur tempat berbagai bahan tercampur sebelum menjadi masakan, pasar menjadi laboratorium alami di mana virus-virus zoonosis baru bisa bermutasi dan “siap melompat” ke manusia.

Pasar biang penularan penyakit dari hewan

Pandemi COVID-19 memberikan pelajaran penting mengenai peran pasar dalam penyebaran virus zoonosis baru.

Penelitian (2021-2022) menunjukkan bahwa pusat awal penyebaran SARS-CoV-2 berasal dari Pasar Huanan di Wuhan, Cina—yang terkonsentrasi di area penjualan hewan liar hidup.

Sampel lingkungan dari lokasi tersebut mengandung virus corona. Sampel juga memiliki DNA berbagai hewan liar yang diidentifikasi sebagai inang perantara potensial, seperti kelelawar, musang, dan anjing rakun.

Penemuan dua garis keturunan virus yang berbeda (Lineage A dan B), juga menunjukkan bahwa virus menular dari hewan ke manusia lebih dari satu kali dalam kesempatan yang berbeda.

Temuan ini menegaskan bahwa pasar—sebagai lokasi “titik temu” manusia, hewan, dan virus—sangat rentan melahirkan mutasi baru.

Ancaman virus dari pasar hewan Indonesia

Di Pasar Tomohon dan Langowan, satwa liar (seperti ular, kelelawar, tikus hutan, babi hutan, dan biawak) diperjualbelikan, dan bahkan disembelih di tempat.

Hewan-hewan liar yang dibawa ke pasar rentan mengalami stres berat, sehingga daya tahan tubuh mereka menurun. Akibatnya, hewan lebih mudah sakit dan virus dalam tubuh mereka meningkat.

Studi di Vietnam (2020) mengungkap bahwa jumlah virus corona pada tikus sawah meningkat 10 kali lipat setelah tiba di pasar, dibandingkan saat masih berada di habitat alami mereka.

Hal ini diperparah oleh kondisi sanitasi pasar hewan Indonesia yang jauh dari ideal.

Misalnya, kelelawar, musang, dan ular ditumpuk dalam kandang sempit, sementara burung-burung liar bercampur dalam ruang terbatas.

Baca juga: Panas dan Kelembaban Ekstrem Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung

Darah dan urine hewan juga dibiarkan tergenang di lantai. Sementara ventilasi pasar buruk, alat pelindung diri (seperti masker atau sarung tangan) jarang digunakan oleh pedagang dan pelanggan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kunjungan Menteri PKP Tegaskan Komitmen Astra Wujudkan Hunian Layak bagi Warga
Kunjungan Menteri PKP Tegaskan Komitmen Astra Wujudkan Hunian Layak bagi Warga
BrandzView
Ambisi Iklim Turun, Dunia Gagal Penuhi Perjanjian Paris
Ambisi Iklim Turun, Dunia Gagal Penuhi Perjanjian Paris
Pemerintah
Mayoritas Penduduk Negara Berpenghasilan Menengah Rasakan Dampak Krisis Iklim
Mayoritas Penduduk Negara Berpenghasilan Menengah Rasakan Dampak Krisis Iklim
Pemerintah
Kebijakan Iklim Dapat Dukungan, Tapi Disinformasi Picu Keraguan
Kebijakan Iklim Dapat Dukungan, Tapi Disinformasi Picu Keraguan
LSM/Figur
Dampak Perubahan Iklim: Sudah Telat Selamatkan Kopi, Cokelat, dan Anggur
Dampak Perubahan Iklim: Sudah Telat Selamatkan Kopi, Cokelat, dan Anggur
LSM/Figur
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau