KOMPAS.com - Perusahaan-perusahaan minyak dan gas terbesar dunia hanya menguasai kurang dari 1,5 persen kapasitas energi terbarukan global.
Fakta ini mempertanyakan tingkat komitmen mereka yang sebenarnya terhadap transisi menuju energi hijau, di tengah berbagai klaim publik yang mereka sampaikan.
Temuan didapat setelah Marcel Llavero Pasquina dan Antonio Bontempi, peneliti dari Autonomous University of Barcelona, mempelajari data kepemilikan dari lebih 53.000 proyek pembangkit listrik terbarukan yang dihimpun oleh Global Energy Monitor.
Mereka kemudian membandingkan data tersebut untuk mengetahui seberapa besar bagian dari proyek-proyek itu dimiliki oleh 250 perusahaan minyak dan gas terbesar dunia, yang secara gabungan memproduksi 88 persen dari total hidrokarbon global.
Baca juga: Migas dalam Transisi Energi, Kejar Target Net Zero Emission
Melansir New Scientist, Kamis (9/10/2025) banyak perusahaan bahan bakar fosil telah berjanji untuk berinvestasi dalam sumber energi terbarukan seiring upaya dunia untuk beralih dari minyak dan gas.
Namun, para peneliti menemukan bahwa perusahaan-perusahaan teratas tersebut hanya memiliki 1,42 persen dari total kapasitas energi terbarukan yang beroperasi secara global.
Lebih dari separuh dari kapasitas tersebut sekitar 54 persen diperoleh melalui akuisisi, bukan melalui pengembangan proyek sendiri oleh perusahaan.
Dengan menghitung total output energi dari 250 perusahaan tersebut, kedua peneliti itu menemukan bahwa energi terbarukan hanya menyumbang 0,13 persen dari total energi yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan ini.
"Angka-angka ini mengejutkan, bahkan bagi saya pribadi. Saya sudah menduga peran mereka dalam transisi energi sangat minim," ungkap Llavero Pasquina.
Sementara itu Thierry Bros, dari Sciences Po di Paris, berpendapat bahwa tidak mengherankan jika perusahaan-perusahaan energi raksasa, yang sudah mapan dan makmur berkat eksploitasi migas, bukanlah tokoh utama dalam industri energi terbarukan.
"Pada intinya, transisi energi harus bersifat mendisrupsi, dan perubahan tersebut tidak akan diinisiasi oleh perusahaan-perusahaan migas lama itu," katanya.
Baca juga: Desakan Mantan Pemimpin Dunia: Pajak Bahan Bakar Fosil Harus Naik Permanen
Meskipun demikian, Bros yakin bahwa perusahaan energi besar telah melebih-lebihkan keterlibatan mereka dalam transisi energi.
Menurutnya, mereka berusaha menunjukkan bahwa mereka berbuat sesuatu.
Namun jika memang berniat, mereka seharusnya lebih fokus pada penangkapan dan penyimpanan karbon yaitu teknologi untuk menangkap karbon yang dilepaskan saat pembakaran bahan bakar fosil.
"Mereka tidak banyak berbuat karena hal tersebut karena berada di luar bidang keahlian utama mereka," tambah Bros.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya