Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Iklim Ancam Panen, Teknologi Grafting Jadi Senjata Baru Petani Tomat

Kompas.com, 13 Oktober 2025, 09:39 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Teknologi grafting atau sambung batang pada tomat bisa menjadi solusi adaptasi pertanian di tengah krisis iklim yang makin tak menentu.

Metode ini menyatukan dua jenis tanaman - batang bawah yang tahan stres lingkungan dengan batang atas penghasil buah berkualitas tinggi - untuk mencegah gagal panen akibat banjir, kekeringan, maupun serangan hama.

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Hortikultural ORPP BRIN, Evy Latifah, menjelaskan bahwa teknologi ini sangat bermanfaat terutama pada kondisi ekstrem.

"Mengingat tomat grafting ini biayanya lebih mahal daripada tomat tanpa grafting, maka lebih baik dilakukan saat terjadi risiko seperti banjir, musim hujan, terutama off season (waktu tanam di kondisi iklim yang kurang menguntungkan) yang hampir selalu mengalami kegagalan," ujar Evy, Sabtu (11/10/2025).

Tomat merupakan komoditas hortikultura bernilai ekonomi tinggi dan kaya nutrisi, termasuk vitamin A, B, C, serta mineral esensial. Namun, fluktuasi harga tomat di Indonesia kerap terjadi karena tanaman ini sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.

Dengan teknologi grafting, tomat bisa disambungkan dengan batang bawah (rootstock) dari tanaman yang lebih tahan terhadap krisis iklim. Evy merekomendasikan terung sebagai rootstock karena memiliki ketahanan alami terhadap kondisi ekstrem.

Baca juga: Plastik Marak dalam Pertanian, Serasah Tersisih Meski Lebih Ramah Lingkungan

Beberapa varietas terung yang bisa digunakan antara lain TS 03, EG 195, EG 219, dan EG 203, hasil pengembangan dari pusat-pusat riset sayuran dunia. Untuk varietas lokal, petani dapat memanfaatkan terung gelatik (Solanum melongena) dan takokak (Solanum torvum).

Di balik potensinya yang besar, keberhasilan adopsi teknologi grafting tomat tetap bergantung pada kemampuan petani membaca pasar. Pasalnya, biaya produksinya 30–50 persen lebih tinggi dibandingkan metode konvensional. Namun, Evy menegaskan biaya ini bisa ditekan dengan penggunaan varietas lokal yang lebih murah dan hasil panen yang lebih tahan lama.

"Biaya produksi 30-50 persen bisa diminimalisir lagi dengan menggunakan batang bawah yang murah dari varietas lokal. Sebenarnya, teknologi ini layak untuk petani-petani kecil di Indonesia, cuma kemarin di Kediri sulitnya itu karena petani kadang sulit memprediksi kapan (produksi) tomat melimpah, kapan kondisi off season ataupun saat harga tinggi (lainnya)," tutur Evy.

Ia menambahkan, waktu penerapan teknologi grafting menjadi kunci. Jika dilakukan saat produksi melimpah, harga bisa jatuh dan merugikan petani. Sebaliknya, ketika diterapkan saat harga tinggi akibat kelangkaan pasokan, petani bisa meraup keuntungan lebih besar.

"Jadi, saat mencoba grafting tomat diaplikasikan di Kediri, petaninya sempat agak kecewa karena kok harganya pas turun. Kalau pas harga tinggi itu tentunya keuntunganya bisa berlipat," ucapnya.

Baca juga: Tanah Terdegradasi, Iklim Memburuk: Pertanian Ramah Lingkungan Jadi Solusi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LSM/Figur
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Pemerintah
Uni Eropa Tindak Tegas 'Greenwashing' Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Uni Eropa Tindak Tegas "Greenwashing" Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Pemerintah
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Pemerintah
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Pemerintah
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Pemerintah
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau