Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raihan Muhammad
Aktivis HAM, Pemerhati Politik dan Hukum

Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis

Putusan MK: Oase Keadilan bagi Masyarakat Adat

Kompas.com, 19 Oktober 2025, 12:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ketika aspek ini diabaikan, yang hilang bukan hanya hak atas tanah, tetapi juga hak atas kehidupan dan martabat.

Mahkamah Konstitusi tampaknya menyadari hal itu. Dengan menafsirkan ulang pasal-pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja, MK membedakan dengan jelas antara perizinan usaha dan hak hidup adat.

Ini menunjukkan keberanian konstitusional untuk menempatkan manusia di atas mekanisme administratif.

Sikap MK tersebut sejatinya sejalan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD NRI NRI 1945, yang menegaskan pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.

Juga sejalan dengan prinsip Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP) Pasal 26 ayat (1) yang menyebutkan bahwa masyarakat adat memiliki hak atas tanah dan sumber daya yang secara tradisional mereka kuasai dan gunakan.

Dari perspektif hak asasi manusia, putusan ini merupakan wujud nyata dari prinsip keadilan ekologis. MK dengan demikian mengembalikan orientasi hukum kepada manusia dan alam, bukan semata kepada kepentingan investasi.

Ini menjadi contoh bagaimana hukum dapat hidup kembali—bukan hanya di buku undang-undang, tetapi juga di tengah masyarakat yang selama ini berada di pinggir sistem hukum.

Oase yang harus dijaga

Kendati demikian, sebagaimana banyak putusan progresif lainnya, tantangan terbesar bukanlah pada teks putusannya, melainkan pada implementasinya.

Pengakuan yuridis atas hak masyarakat adat tidak serta-merta menghapus diskriminasi struktural yang telah mengakar.

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa tumpang tindih klaim kawasan hutan, lemahnya pengakuan wilayah adat oleh pemerintah daerah, dan tekanan dari kepentingan korporasi masih menjadi batu sandungan utama.

Banyak pemerintah daerah belum memiliki political will untuk menindaklanjuti mandat konstitusional ini melalui penetapan wilayah adat yang sah secara hukum.

Selain itu, ketidakharmonisan antara peraturan sektoral—seperti Undang-Undang Kehutanan, Peraturan Pemerintah tentang Perhutanan Sosial, dan pelbagai regulasi turunan Cipta Kerja—sering kali menimbulkan ambiguitas implementatif.

Baca juga: Ammar Zoni Perlu Dilindungi

Akibatnya, masyarakat adat masih berada dalam posisi rentan terhadap kriminalisasi, bahkan setelah putusan MK ini. Padahal, semangat putusan tersebut jelas: menempatkan hak hidup masyarakat adat di atas kepentingan administratif yang kaku.

Dalam hal inilah, peran negara harus bergeser dari sekadar “mengatur” menjadi “melindungi”. Negara tidak cukup berhenti pada retorika pengakuan, melainkan harus memastikan perlindungan faktual melalui kebijakan turunan, pembentukan peraturan pelaksana, hingga pengawasan ketat terhadap aparat birokrasi dan penegak hukum.

MK telah membuka jalan; kini tanggung jawab berpindah ke pemerintah untuk menapakinya dengan konsisten.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau