KOMPAS.com - Studi yang dipimpin oleh para peneliti dari Chalmers University of Technology di Swedia telah menganalisis potensi efek dari pergeseran pajak makanan dalam mengurangi kematian dini akibat pola makan tidak sehat dan juga manfaat iklim.
Dalam studi tersebut pajak pertambahan nilai dihilangkan dari makanan sehat dan sebagai gantinya diterapkan pungutan pada makanan yang berdampak negatif terhadap iklim, misalnya makanan yang mengeluarkan emisi CO2 tinggi dalam produksinya.
Dalam studi ini peneliti fokus pada empat kelompok makanan yaitu buah-buahan, sayur-sayuran, dan kacang-kacangan.
Kelompok kedua dan ketiga adalah produk biji-bijian utuh serta produk daging. Dan terakhir adalah minuman manis.
Berdasarkan tingkat PPN saat ini di Swedia, perubahan harga akhirnya memiliki dampak besar pada apa yang dibeli konsumen.
Baca juga: Industri Makanan Gagal Penuhi Komitmen Dasar Kemasan Berkelanjutan
Sebagai ilustrasinya, dengan pemberlakuan pergeseran pajak, minuman manis diperkirakan akan 16-18 persen lebih mahal. Perkiraan konsumsinya sebesar 25 persen.
Di sisi lain, harga buah dan sayur akan 10,7 persen lebih murah. Sehingga diperkirakan akan terjadi peningkatan konsumsi sebesar 4,4 persen.
Studi yang dipublikasikan di jurnal Ecological Economics menunjukkan bahwa berkat pergeseran pajak ini dapat mencegah 700 kematian dini di kalangan penduduk Swedia yang berusia di bawah 70 tahun setiap tahunnya.
Angka tersebut jauh melampaui statistik kematian yang disebabkan kecelakaan di jalan raya yakni sebanyak 200 kematian setiap tahun.
Temuan ini pun menunjukkan bahwa kebijakan yang berfokus pada iklim dapat menghasilkan manfaat kesehatan publik yang sangat besar.
"Angka yang tinggi ini mengejutkan kami, namun ini masih merupakan perkiraan konservatif," papar Jörgen Larsson, peneliti di Chalmers University of Technology yang memimpin studi.
Kendati demikian manfaat sebenarnya terhadap kualitas hidup masyarakat bisa jauh lebih besar karena kebijakan ini dapat mengurangi penderitaan yang disebabkan oleh penyakit kronis terkait pola makan seperti obesitas atau diabetes tipe 2 yang tidak termasuk dalam statistik kematian dini.
Para peneliti mengakui bahwa model mereka spesifik untuk Swedia, tetapi mereka menegaskan bahwa hasilnya relevan untuk negara lain yang memiliki masalah kesehatan akibat pola makan tidak sehat.
Baca juga: Negara Maju Lebih Banyak Buang Makanan, Tapi Ada Peningkatan di Negara Berkembang
"Pola makan hari ini membuat kita sakit dan berdampak negatif pada iklim. Jika kita ingin melakukan sesuatu mengenai hal ini solusinya adalah kebijakan ekonomi yaitu kombinasi pajak dan subsidi," terang Larsson, dikutip dari Down to Earth, Jumat (24/10/2025).
Penelitian juga menunjukkan bahwa pergeseran pajak ini dapat diterapkan tanpa membuat rata-rata total belanjaan menjadi lebih mahal. Kebijakan ini dapat mengubah perilaku diet tanpa secara signifikan menambah beban biaya hidup rata-rata.
Lebih lanjut, reformasi pajak semacam itu dapat mengurangi jejak karbon makanan Swedia sekitar 700.000 ton CO2 ekuivalen atau setara dengan pengurangan 8 persen emisi mobil penumpang.
Di samping itu juga ada lain seperti penurunan penggunaan pestisida dan pupuk serta emisi amonia yang lebih rendah.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya