Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 18 April 2023, 20:00 WIB
Nada Zeitalini Arani,
ADW

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Limbah rumah tangga sebagian besar berasal dari sisa makanan, sayuran, buah, serta bumbu dapur yang sudah tidak layak konsumsi. Karena belum diatasi dengan maksimal, limbah ini terus menumpuk sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK), pada 2022, sampah rumah tangga menjadi penyumbang sampah terbanyak berdasarkan sumbernya, yakni 1.925 ton per tahun atau 39,4 persen.

Kemudian, berdasarkan jenisnya, sampah sisa makanan menjadi penyumbang terbesar dengan jumlah 41.370 ton per tahun atau 40,5 persen.

Adapun untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) dalam laman Cybex Kementerian Pertanian, Senin (2/11/2019), membagikan tip memanfaatkan limbah organik rumah tangga menjadi pupuk kompos.

Seperti diketahui, selain sinar matahari dan air, tanaman juga butuh diberikan pupuk secara rutin untuk mendapatkan nutrisi. Salah satu pupuk yang bisa digunakan adalah kompos yang berasal dari hasil penguraian parsial dari campuran bahan organik.

Berikut empat cara membuat pupuk kompos dari limbah organik rumah tangga oleh Kementan.

1. Mengumpulkan sampah organik

Pilih sampah organik rumah tangga yang belum membusuk dan kumpulkan ke dalam satu wadah. Setelah terkumpul hancurkan sampah agar penguraian lebih cepat dilakukan.

2. Siapkan wadah

Siapkan wadah pengomposan, seperti tabung atau drum yang sudah dilubangi beberapa titik pada bagian bawah. Tempatkan wadah ini ke atas susunan batu bata agar tidak langsung menyentuh tanah untuk meminimalkan terkena air.

3. Masukan sampah ke wadah

Jika wadah sudah siap, masukan sampah organik rumah tangga ke dalam wadah. Tambahkan larutan effective microorganisms 4 (EM4) dan tutup bagian atas wadah dengan plastik atau alumunium foil agar bahan di dalamnya cepat membusuk.

Baca juga: Jangan Langsung Dibuang, Sampah Dapur Berikut Bisa Jadi Pupuk Alami

Tambahkan sampah organik baru yang sudah dicampur sampah lama, serta EM4 ke dalam wadah setiap hari. Sebab, sampah yang sudah ada di wadah memiliki kandungan mikroorganisme yang lebih banyak sehingga mempermudah proses penguraian.

4. Aduk pupuk dengan rutin

Pupuk kompos yang dibuat harus diaduk secara rutin, paling tidak seminggu sekali. Semakin lama kompos berada di dalam wadah, maka suhunya pun semakin meningkat. Bahkan, bisa mencapai 70 derajat Celsius.

Setelah memasuki minggu keenam, pupuk kompos pun siap digunakan. Namun, pastikan sampah tidak lagi memiliki bau busuk yang menyengat dan berganti menjadi bau tanah.

Warna pupuk kompos juga akan berubah menjadi coklat kehitaman dengan suhu sekitar 30 derajat Celsius dan memiliki pH sekitar 6,5 hingga 7,5.

Itulah cara membuat pupuk kompos dari limbah organik rumah tangga. Dengan demikian, limbah organik dari sisa makanan dapat berkurang, serta bermanfaat terhadap kesuburan tanaman.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau