Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/01/2024, 06:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pekerja anak adalah salah satu isu anak yang penting dan menjadi perhatian di seluruh dunia.

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar menegaskan, isu pekerja anak harus ditanggulangi secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Di Indonesia, isu tersebut menjadi bagian integral dari lima arahan Presiden Republik Indonesia kepada KemenPPPA yang keempat, yakni penurunan pekerja anak.

Menurutnya, pekerja anak adalah isu global yang diagendakan untuk ditanggulangi secara menyeluruh dan berkesinambungan.

"Komitmen yang menjadi cita-cita bersama ini merupakan upaya global yang dibangun sebagai respons atas realitas pekerja anak di dunia yang masih begitu memprihatinkan atas pengaruh dari beragam faktor yang melatarbelakangi,” ujar Nahar, dikutip dari laman KemenPPPA, Senin (8/1/2024).

Upaya pemerintah atasi pekerja anak

Nahar menyampaikan, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menanggulangi pekerja anak.

Sekaligus menjadi bagian dari negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 138 mengenai Batas Usia Minimum Anak Dibolehkan Bekerja melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 dan Konvensi ILO Nomor 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA) melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000.

Dalam memperkuat komitmen nasional, Pemerintah Indonesia pun mengadopsi substansi dari kedua Konvensi ILO tersebut mengenai Pekerja Anak (PA) dan BPTA ke dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak.

Upaya Pemerintah Indonesia dalam penghapusan dan penurunan pekerja anak, kata Nahar, telah diselenggarakan dan dikembangkan melalui berbagai program dan kegiatan.

Mulai dari advokasi kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan, penyadaran masyarakat, hingga pengembangan uji coba di berbagai sektor yang kerap didapati adanya pekerja anak, seperti sektor perikanan, pertanian, pertambangan, pariwisata, trafficking untuk eksploitasi seksual, hingga domestik berupa pekerja rumah tangga anak (PRTA).

“Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, masih tercatat adanya kenaikan jumlah angka pekerja anak dari tahun ke tahun dan sempat menurun paska pandemi Covid-19,” tutur Nahar.

Angka pekerja anak meningkat

Nahar menjelaskan, peningkatan angka pekerja anak dari tahun ke tahun yang termasuk di dalamnya kasus eksploitasi dan BPTA, adalah indikasi bahwa sistem perlindungan terhadap anak masih harus terus diperkuat agar penyadaran, pencegahan, dan penanganan pekerja anak dapat semakin ditingkatkan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statisik (BPS), Indonesia mencatat jumlah pekerja anak pada 2019 sebesar 0,92 juta, 2020 sebesar 1,33 juta, 2021 sebesar 1,05 juta, dan pada 2022 sebesar 1,01 juta.

Data tersebut menggambarkan tren kenaikan pada rentang waktu 2020 akibat dampak pandemi Covid-19 dan kembali mengalami penurunan pada 2021.

Sepanjang 2019 hingga 2021, proporsi pekerja anak pun lebih banyak terjadi di daerah perdesaan dibandingkan perkotaan dan sebanyak 22 dari 34 provinsi di Indonesia memiliki proporsi pekerja anak di atas angka nasional.

“Angka pekerja anak kembali mengalami kenaikan yang cukup drastis saat pandemi dikarenakan guncangan ekonomi pada masyarakat sehingga tidak sedikit anak terpaksa turut membantu orang tua dalam menjalankan usahanya atau bekerja untuk menambah penghasilannya,” terang Nahar.

Hal ini, kata dia, patut menjadi perhatian bersama karena permasalahan pekerja anak, eksploitasi, dan kekerasan terhadap anak kerap terjadi pada lapisan masyarakat yang sebagian besar dipengaruhi oleh kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan ekosistem layanan pendidikan, kesehatan, perlindungan anak, dan kesejahteraan sosial yang belum memadai.

Perlunya kolaborasi lintas sektor

Lebih lanjut, Nahar menekankan upaya pencegahan dan penanganan pekerja anak tidak hanya bisa ditangani dari satu sektor semata.

Melainkan harus menyeluruh pada sektor lainnya yang berkaitan dengan ekosistem pemenuhan hak anak seperti hak pendidikan, kesehatan, perlindungan, dan perlindungan sosial termasuk hak mendapat perlindungan keamanan jika berkaitan dengan perdagangan orang.

“Diperlukan pendekatan dari berbagai sisi untuk menanggulangi dan mengintervensi isu tersebut, dan menjadikan Anak Tidak Sekolah (ATS) menjadi prioritas utama untuk dilakukan asesmen terkait kerentanan eksploitasi sebagai pekerja anak,” ujar dia.

Sepanjang 2023, Kemen PPPA terus melanjutkan kolaborasi multipihak dan menggandeng lebih banyak kemitraan untuk bersama-sama melakukan intervensi terhadap isu pekerja anak.

Di antaranya melalui Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (D/KRPPA); penguatan kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA); dan bekerjasama dengan beberapa kementerian.

Antara lain dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

Lalu bekerjasama dengan Save The Children, serta berbagai jaringan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dunia usaha pada program Co-Creation merancang program peningkatan status kesejahteraan pada masyarakat kakao di Indonesia.

Kemudian, bekerjasama dengan Kemenko PMK, Bappenas, Kemenaker, dan Jaringan LSM Penanggulangan Pekerja Anak (JARAK) dalam pelaksanaan Accelerating Collective Child Labour Actions for Impact (ACCLAIM Program) di sektor pertanian bersama Jaringan PAACLA (Partnership for Action Against Child Labour in Agriculture).

Asesmen kesejahteraan dan pekerja anak pada sektor pertambangan nikel di Kabupaten Morowali bersama Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Indonesia.

Bekerjasama dengan beberapa Pemerintah Daerah untuk membuat komitmen dan rencana aksi penurunan pekerja anak, serta ujicoba Panduan Nasional Perlindungan Anak dalam Penanggulangan pekerja Anak Berbasis Masyarakat di Kabupaten Bandung, Kabupaten Serang, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Wonosobo bersama JARAK.

Di tahun mendatang, kata Nahar, pihaknya akan terus berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam mengentaskan isu pekerja anak, khususnya di sektor pertanian, seperti sawit, kakao, dan tembakau, serta pertambangan yang memiliki dominasi pekerja anak yang cukup besar.

“Kami pun akan memperkuat implementasi Panduan Nasional Perlindungan Anak dalam Penanggulangan Pekerja Anak Berbasis Masyarakat di berbagai daerah di Indonesia sehingga dapat segera mewujudkan percepatan Indonesia Bebas Pekerja Anak,” pungkas Nahar.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau