KOMPAS.com - Suhu rata-rata Bumi selama 12 bulan terakhir telah naik 1,5 derajat celsius dibandingkan era praindustri, ambang batas yang ditetapkan komunitas internasional melalui Perjanjian Paris pada 2015.
Dilansir dari The Guardian, Senin (872024), menurut pengamatan para ilmuwan, rata-rata suhu Bumi antara Juli 2023 sampai Juni 2024 adalah yang tertinggi yang pernah tercatat.
Temuan ini tidak berarti para pemimpin dunia gagal menepati janji mereka untuk mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius.
Baca juga: Skenario Terburuk, Suhu Indonesia Bisa Naik 3,5 Derajat pada 2100
Akan tetapi, suhu panas menyebabkan semakin banyak orang yang terkena dampaknya.
Peningkatan suhu yang terus-menerus di atas tingkat ini juga meningkatkan risiko titik kritis dan membawa bencana.
Direktur Copernicus Climate Change Service (C3S) Carlo Buontempo mengatakan, tren tersebut menjadi sebuah pergeseran besar dan berkelanjutan dalam iklim.
"Bahkan jika kejadian ekstrem ini berakhir suatu saat nanti, kita pasti akan melihat rekor-rekor baru dipecahkan seiring dengan terus memanasnya iklim," kata Buontempo.
"Hal ini tidak bisa dihindari kecuali kita berhenti menambahkan gas rumah kaca ke atmosfer dan lautan," sambungnya.
Baca juga: 1.300 Jemaah Haji Wafat, Ahli: Suhu Tembus 51,8 Derajat Celsius
Menurut laporan C3S, badan pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, bulan Juni 2024 merupakan Juni terpanas dibandingkan bulan Juni lainnya yang pernah tercatat.
Juni 2024 juga merupakan bulan ke-12 berturut-turut dengan suhu 1,5 derajat celsius lebih tinggi daripada tahun 1850 hingga 1900.
"Ini sama sekali bukan kabar baik," kata Aditi Mukherji, direktur lembaga penelitian CGIAR dan salah satu penulis laporan terbaru di Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim atau IPCC.
Dia menambahkan, kejadian ekstrem meningkat seiring dengan peningkatan pemanasan global.
"Dan pada suhu 1,5 derajat celsius, kita menyaksikan beberapa suhu ekstrem terpanas tahun ini," ucap Mukherji.
Baca juga: Sekjen PBB: 18 Bulan Momen Krusial Cegah Suhu Naik 1,5 Derajat Celsius
Mukherji membandingkan kenaikan suhu 1 derajat celsius dengan demam ringan dan 1,5 derajat celsius dengan demam sedang hingga tinggi.
"Sekarang bayangkan tubuh manusia dengan suhu (itu) selama bertahun-tahun. Akankah orang itu berfungsi normal kembali? Saat ini itulah sistem Bumi kita. Ini adalah sebuah krisis," tutur Mukherji.
Dalam laporan terbarunya, IPCC menemukan pemanasan 1,5 derajat celsius akan membunuh 70 sampai 90 persen terumbu karang tropis.
Sedangkan pemanasan sebesar 2 derajat celsius akan memusnahkan hampir seluruh terumbu karang.
Survei yang dilakukan The Guardian terhadap ratusan ilmuwan IPCC menemukan, tiga perempatnya memperkirakan suhu bumi akan memanas setidaknya 2,5 derajat celsius pada 2100.
Baca juga: BMKG: Perubahan Lanskap Salah Satu Penyebab Suhu Panas di Jakarta
Francois Gemenne, penulis IPCC dan direktur Observatorium Hugo di Universitas Liege, mengatakan krisis iklim bukanlah masalah biner.
"Ini bukan tentang 1,5 derajat celsius atau kematian. Setiap 0,1 derajat celsius sangat berarti karena kita berbicara tentang suhu rata-rata global, yang berarti kesenjangan suhu yang sangat besar secara lokal," kata Gemenne.
Bahkan dalam skenario terbaik sekalipun, kata Gemenne, masyarakat perlu bersiap menghadapi dunia yang lebih hangat dan memperkuat rencana respons.
"Adaptasi bukanlah sebuah pengakuan bahwa upaya kita saat ini tidak ada gunanya," sambungnya.
Baca juga: Suhu Bumi Naik 1,43 Derajat Celsius, Aktivitas Manusia Penyebab Utama
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya