Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1.300 Jemaah Haji Wafat, Ahli: Suhu Tembus 51,8 Derajat Celsius

Kompas.com - 01/07/2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Dari berbagai laporan, setidaknya 1.300 jemaah wafat di Arab Saudi saat menjalani ibadah haji tahun ini.

Gelombang panas disinyalir menjadi penyebab utama banyaknya jemaah haji yang meninggal di Tanah Suci, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (28/6/2024).

Reuters melaporkan, pada 16 hingga 18 Juni, terkadang suhu mencapai 47 derajat celsius. Di Masjidil Haram, Mekkah, suhu dilaporkan pernah melebihi 51,8 derajat celsius.

Baca juga: 500 Lebih Jemaah Haji Meninggal, Krisis Iklim Ancaman Serius

Menurut asesmen yang dilakukan ClimaMeter, perubahan iklim menjadi penyebab utama tingginya suhu di Arab Saudi saat ibadah haji.

Pemantau yang dikembangkan Laboratoire des Sciences du Climat et de l'Environnement di Perancis tersebut menyampaikan, tanpa perubahan iklim, suhu di Arab Saudi selama periode ibadah haji bisa lebih dingin 2,5 derajat celsius.

Asesmen tersebut dilakukan oleh para ilmuwan di ClimaMeter berdasarkan observasi satelit selama 40 tahun terakhir untuk membandingkan pola cuaca dari 1979 hingga 2001 dan 2001 hingga 2023.

Kawasan gurun Arab Saudi memang dikenal dengan suhu yang menyengat ketika siang hari. Namun perubahan iklim membuat suhu di sana menjadi semakin intens.

Baca juga: Indonesia dan Arab Saudi Bahas Kontrak Jangka Panjang Penyelenggaraan Haji

Asesmen tersebut juga menemukan, suhu panas yang tak biasa di Arab Saudi beberapa kali terjadi pada periode Mei hingga Juli pada sebelum-sebelumnya.

Namun, berdasarkan asesmen ClimaMeter, bulan Juni tahun ini bertepatan dengan ibadah haji mengalami gelombang panas yang lebih parah.

"Panas mematikan selama haji tahun ini terkait langsung dengan pembakaran bahan bakar fosil dan berdampak pada jamaah yang paling rentan," kata Davide Faranda, ilmuwan di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Perancis yang turut melakukan asesmen di ClimaMeter.

Perubahan iklim telah membuat gelombang panas menjadi lebih panas, lebih sering, dan bertahan lebih lama.

Baca juga: Usai Puncak Haji Melelahkan, Jemaah Diimbau Jaga Kondisi dan Sesuaikan Aktivitas

Temuan sebelumnya dari para ilmuwan yang tergabung World Weather Attribution (WWA) menunjukkan, rata-rata secara global, gelombang panas menjadi 1,2 derajat celsius lebih panas dibandingkan pada masa pra-industri.

Otoritas medis pada umumnya tidak mengaitkan kematian yang terjadi dengan cuaca panas, tapi lebih disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan suhu panas dan diperburuk suhu tinggi.

Meski begitu, para ahli mengatakan, kemungkinan besar panas ekstrem berperan besar terhadap 1.300 kematian saat ibadah haji tahun ini.

Direktur Power Shift Africa Mohamed Adow mengatakan, perubahan iklim kini telah berdampak serius terhadap salah satu rukun Islam yakni berhaji.

Dan perubahan iklim tak bisa dilepaskan dari penyebabnya yakni pembakaran bahan bakar fosil yang masif.

Baca juga: Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Wafat Capai 316 Orang

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Walhi: Drainase Buruk dan Pembangunan Salah Picu Banjir Jambi

Walhi: Drainase Buruk dan Pembangunan Salah Picu Banjir Jambi

LSM/Figur
Uni Eropa Beri Produsen Mobil Kelonggaran untuk Penuhi Aturan Emisi

Uni Eropa Beri Produsen Mobil Kelonggaran untuk Penuhi Aturan Emisi

Pemerintah
Finlandia Tutup PLTU Batu Bara Terakhirnya

Finlandia Tutup PLTU Batu Bara Terakhirnya

Pemerintah
China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

Pemerintah
AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau