Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 12 Juli 2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kombinasi perubahan iklim dan pertumbuhan populasi dunia dapat mengancam ketahanan pangan dunia.

Dalam 60 tahun mendatang, populasi dunia akan melonjak dari 8,2 miliar jiwa menjadi 10,3 miliar jiwa pada tahun 2080-an.

Sebagian besar pertumbuhan populasi akan terjadi di Afrika, di mana banyak negara masih memiliki tingkat fertilitas yang tinggi.

Dana Kependudukan PBB mengatakan, perubahan iklim diperkirakan akan memperburuk kesenjangan global dan memicu migrasi nasional dan internasional.

Sejumlah badan di PBB menyatakan, saat ini 1 miliar dari 1,3 miliar orang yang tinggal di Afrika berjuang untuk mendapatkan makanan yang sehat dan kelaparan semakin memburuk antara tahun 2019 hingga 2022.

Baca juga: Wapres Pesan 3 Upaya Atasi Perubahan Iklim, Dorong Riset dan Teknologi

Kerentanan Afrika

Lahan pertanian di Afrika telah menyusut akibat kekeringan yang berkepanjangan, sementara pertumbuhan populasi menyebabkan semakin sedikitnya ruang untuk bertani.

Chris Ojiewo, ilmuwan utama di International Maize and Wheat Improvement Center, mengatakan para petani Afrika perlu memproduksi banyak makanan di lahan yang sempit untuk memberi makan populasi yang terus bertambah.

"Kita bahkan tidak bisa memikirkan cara yang manusiawi atau cara yang etis untuk menghentikan pertumbuhan populasi. Jadi biarlah pertumbuhan penduduk bertambah, tapi biarkan kita mampu menghasilkan lebih banyak dalam wilayah kecil," kata Ojiewo, sebagaimana dilansir VOA, Kamis (11/7/2024).

Berbicara pada sebuah konferensi di Meksiko pekan ini, Ann Vaughan, wakil asisten administrator Badan Pembangunan Internasional AS, mengatakan berbagai penelitian ilmiah dan teknologi dapat membantu petani mengatasi perubahan iklim.

Berbagai hasil dari penelitian juga dapat membantu petani dalam membudidayakan beragam tanaman.

Baca juga: China Bersiap Hadapi Musim Panas Ekstrem, Perubahan Iklim Jadi Biang Keladi

Diversifikasi

Di beberapa negara Afrika, dominasi tanaman jagung sebagai sumber pangan utama telah menimbulkan kekhawatiran para ahli.

Di satu sisi, tanaman pertanian bergantung pada hujan. Sedangkan perubahan iklim menyebabkan pola curah hujan yang tidak dapat diprediksi.

Petani Afrika harus mengubah kapan dan apa yang mereka tanam untuk menghasilkan pangan yang cukup.

"Memastikan produksi dan produktivitas terus berlanjut, baik di musim atau di luar musim, tidak berarti bergantung 100 persen pada pertanian tadah hujan," kata Ojiewo.

Dia menekankan pentingnya menerapkan diversifikasi pangan agar penduduk tak hanya bergantung kepada satu jenis tanaman saja untuk kelangsungan hidupnya.

Karena meningkatnya kekeringan di beberapa negara Afrika, para petani didesak untuk menanam tanaman seperti singkong, sorgum, kacang gude, dan millet mutiara, yang tahan terhadap kondisi yang tidak dapat diprediksi.

Baca juga: Perempuan dan Anak Jadi Kelompok Paling Terdampak Perubahan Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau