Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/07/2024, 08:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti dampak negatif dari industri ekstraktif seperti pertambangan, eksplorasi minyak dan gas, serta penangkapan ikan besar-besaran bagi masyarakat pulau-pulau kecil dan pesisir di Indonesia.

Kepala Pusat Riset Politik BRIN Athiqah Nur Alami mengatakan, eksistensi pulau-pulau kecil sudah ada yang mulai lenyap, bahkan tenggelam.

"Ini menunjukkan terjadinya kerentanan di pesisir yang sifatnya tidak hanya ekologis, tapi juga sosial, ekonomi, dan budaya. Hal itu tidak hanya karena perubahan iklim, tetapi juga aktivitas industri ekstraktif," kata Athiqah Nur Alami di Jakarta, Senin (15/7/2024), sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Pulau Pari Terancam Hilang, Walhi-Dompet Dhuafa Serukan Penyelamatan

Athiqah menyampaikan, beberapa tahun terakhir pihaknya mencermati bagaimana kebijakan hilirisasi dan masifnya kegiatan pertambangan dan perluasan industri ekstraktif.

Ia menilai kegiatan industrialisasi, seperti proyek hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, juga pertambangan biji besi dan tambang emas di Sulawesi Utara berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem di pesisir laut dan pulau-pulau kecil.

Dia menaimbahkan, dampak dari aktivitas hilirisasi terhadap lingkungannya sudah jelas yakni terjadi pencemaran logam berat, misalnya di sungai-sungai di sekitar pabrik di wilayah tersebut.

Baca juga: Lawan Abrasi, Dompet Dhuafa-Walhi Tanam 1.000 Mangrove di Pulau Pari

"Khususnya di pertambangan nikel yang tidak hanya pencemaran air, tapi juga pencemaran udara, hancurnya hutan, serta penggusuran kebutuhan petani akibat ekspansi tambang nikel," ujarnya.

Athiqah juga mengungkapkan, dampak lain yang tidak kalah penting adalah privatisasi atas wilayah pesisir.

Berdasarkan data dari sejumlah organisasi nirlaba, lebih dari 200 pulau yang sudah diprivatisasi dan diperjualbelikan di seluruh Indonesia, dengan catatan paling banyak di DKI Jakarta dan Maluku Utara hingga 2023 lalu.

Baca juga: Warga Pulau Pari Kerap Diintimidasi, Dompet Dhuafa-Walhi Gelar Advokasi

Menurutnya, aktivitas industri ekstraktif tersebut berdampak kepada masyarakat setempat, di mana ruang hidup mereka seolah terampas, yang ditandai dengan semakin terbatasnya akses masyarakat untuk melaut.

Athiqah menekankan kepada pemangku kepentingan terkait untuk kembali merefleksi berbagai peraturan yang ada, seperti regulasi terkait pengelolaan pulau-pulau kecil sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 sebelum memutuskan sebuah tindakan.

"Pada regulasi tersebut pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia mestinya bertujuan untuk melindungi konservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya alam, serta sistem ekologi secara berkelanjutan," ucap Athiqah.

Baca juga: Krisis Air dan Pulau Tanpa Sumber Air

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau