Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 3 Oktober 2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Baru 10 persen dari total sekolah dasar hingga sekolah menengah atas di Indonesia yang mendapat penghargaan Adiwiyata dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri LHK Alue Dohong di Jakarta, Rabu (2/10/2024), sebagaimana dilansir Antara.

Penghargaan Adiwiyata merupakan bentuk apresiasi atas komitmen dan upaya berkelanjutan sekolah dalam mewujudkan penerapan Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (PBHLS).

Baca juga: Menilik Kolaborasi SKh Aditiya Silih Asih dan Astra Infra dalam Wujudkan Predikat Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi

Alue menyampaikan, perlu adanya upaya percepatan meningkatkan kuantitas dan kualitas sekolah Adiwiyata melalui kolaborasi pentahelix.

Menurutnya, keberadaan sekolah Adiwiyata sangat signifikan dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui berbagai aksi adaptasi dan mitigasi yang dilakukan oleh sekolah.

Dia berharap, sekolah, pesantren, serta institusi pendidikan lainnya dapat mengetahui dan mengenal serta bersikap untuk melakukan aksi di dalam menghadapi tiga krisis planet yang saat ini menjadi tantangan global.

Ketiga krisis planet itu antara lain perubahan iklim atau climate change, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Alue menambahkan, ada tiga faktor utama yang menyebabkan tiga krisis planet yaitu penambahan populasi yang semakin meningkat, perubahan ekonomi yang berfokus pada eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan kaidah-kaidah secara berkelanjutan, dan perubahan perilaku lain yang terkait.

Baca juga: Punya Program Pengelolaan Sampah, 11 Sekolah di Jaksel Dapat Penghargaan Adiwiyata dari KLHK

Menurut Alue, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjawab tantangan global tersebut adalah mencatatkan diri dalam agenda aksi iklim dan berpartisipasi di dalam pengurangan emisi karbon di Indonesia.

Alue menambahkan, aksi iklim juga dapat dilakukan mulai dari sekolah yang melibatkan para siswa dan guru untuk bisa menjadi bagian dari partisipasi pengurangan emisi GRK.

Sinergi kolaborasi sekolah Adiwiyata dengan program Komunitas untuk Iklim (ProKlim) juga berperan penting dalam peningkatan ketahanan masyarakat dari dampak perubahan iklim.

Hal tersebut, ujar Alue, membantu mereduksi gas rumah kaca serta mendorong gaya hidup rendah emisi.

"Tentu pemerintah mengatur dan merancang program-program dalam kaitan dengan agenda aksi iklim dan tentu akan dilakukan pengaturan-pengaturan lebih lanjut atas prestasi masyarakat di dalam aksi-aksi iklim," jelas Alue.

Baca juga: 2 Sekolah Binaan Astra Raih Penghargaan Adiwiyata Nasional

Ia berharap, penghargaan Adiwiyata dapat dijadikan sebagai sikap tanggung jawab agar bangsa Indonesia bekerja lebih keras, lebih cerdas, untuk mewujudkan lingkungan yang konsisten, berkelanjutan, dan mewujudkan murid-murid yang kelak menjadi pemimpin di berbagai bidang dan tatanan.

"Mari kita memupuk dan mengembangkan rasa cinta kita kepada tanah air kita. Dengan bekerja bersama, kita pasti bisa wujudkan Indonesia yang maju, cinta lingkungan yang identik dengan iman, percaya dan menjaga ciptaan Tuhan," kata Alue.

Pada Rabu, sebanyak 720 sekolah dari 31 provinsi di seluruh Indonesia menyabet penghargaan Adiwiyata Tahun 2024.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (P2SDM) Kementerian LHK Ade Palguna Ruteka menjelaskan, penilaian calon sekolah Adiwiyata Mandiri dan Nasional tahun 2024 diikuti oleh 1.028 sekolah.

Setelah dilakukan seleksi administrasi, penilaian dokumen, dan verifikasi lapangan, ditetapkan Sekolah Adiwiyata Mandiri sebanyak 208 sekolah dari 22 provinsi dan Sekolah Adiwiyata Nasional sebanyak 512 sekolah dari 31 provinsi.

Jumlah sekolah yang mendapatkan penghargaan tahun ini meningkat dibandingkan tahun lalu, yakni 23 bagi Sekolah Adiwiyata Nasional dan 55 persen bagi Sekolah Adiwiyata Mandiri.

Baca juga: Pengertian dan Manfaat Adiwiyata

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau