Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengetahuan Perubahan Iklim: Siapa yang Disebut Migran Iklim?

Kompas.com - 23/12/2024, 17:12 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perubahan iklim yang melanda dunia menyebabkan beberapa tempat di muka Bumi kemungkinan besar tidak layak huni di masa depan.

Imbasnya, itu dapat menyebabkan migrasi massal.

World Bank menyebut, jika krisis iklim tidak ditangani, sekitar 26 juta orang mengungsi akibat bencana seperti kekeringan atau banjir.

Dan, diperkirakan sekitar 216 juta orang akan menjadi migran iklim internal (dalam negara) pada 2050 nanti.

Lantas siapa sih yang dimaksud dengan migran iklim?

Dikutip dari Eco Business, Senin (23/12/2024), International Organization for Migration mendefinisikan migran iklim sebagai orang-orang yang pindah karena perubahan lingkungan yang tiba-tiba atau progresif akibat perubahan iklim.

Perpindahan itu terjadi karena pilihan atau paksaan, baik itu di dalam suatu negara atau melintasi perbatasan internasional.

Baca juga: Apakah Perubahan Iklim Sebabkan Gempa Jadi Lebih Sering?

Sekitar 70 persen pengungsi dan orang terlantar di dunia berasal dari daerah rawan iklim.

Contohnya saja di wilayah Sahel, Afrika, meningkatnya suhu panas dan curah hujan yang tidak menentu meningkatkan persaingan air antara petani dan penggembala, yang pada gilirannya dapat memicu migrasi.

Mengidentifikasi migran iklim pun juga terbilang tak mudah karena pola dan waktu perpindahan yang bervariasi.

Beberapa orang mungkin bermigrasi sendiri, beberapa mungkin tercabut oleh guncangan iklim yang tiba-tiba, sementara yang lain mungkin direlokasi berdasarkan rencana pemerintah.

Tujuan Migran Iklim

Mayoritas migran iklim yang terlantar akibat perubahan iklim ini pindah ke suatu tempat di negara mereka.

Menurut laporan C40, jaringan global terdiri dari hampir 100 wali kota dari kota-kota terkemuka yang bertujuan untuk menghadapi krisis iklim, tercatat dalam 25 tahun ke depan, 8 juta migran akan pindah ke 10 kota di belahan bumi selatan jika risiko iklim tidak diatasi.

Misalnya saja kota seperti Mongla di Bangladesh barat daya yang telah berupaya menciptakan lapangan kerja dan rumah, serta menyediakan layanan bagi para migran.

Tetapi dengan 1 persen pendanaan iklim perkotaan pada 2022, sebagian besar kota tidak siap dan kekurangan dana untuk menampung jumlah pengungsi yang melonjak.

Baca juga: AI Bisa Prediksi Kemungkinan Migrasi yang Disebabkan Iklim

Di Panama, ratusan penduduk asli bersiap untuk meninggalkan pulau yang menjadi rumah mereka karena terancam oleh naiknya permukaan air laut dan pindah ke daratan utama di bawah program pemerintah.

Untuk membantu para migran iklim tersebut, pemerintah Canberra, Australia menawarkan kesempatan pada mereka yang rentan terhadap iklim untuk tinggal, belajar, dan bekerja di negeri kanguru itu.

Tetapi banyak orang yang rentan terhadap iklim melihat meninggalkan rumah mereka sebagai pilihan terakhir karena migrasi dapat menghapus gaya hidup dan warisan mereka. Selain itu juga tidak ada jaminan bahwa mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Langkah-langkah untuk mencegah migran iklim ini bisa dilakukan dengan investasi dalam pengurangan risiko bencana serta dukungan untuk berintegrasi dengan masyarakat dari negara penampung.

Tanpa perencanaan dan koordinasi sebelumnya, masuknya migran dapat memicu reaksi politik.

Baca juga: Negara Kepulauan Kecil Hadapi Bencana akibat Perubahan Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau