KOMPAS.com - Migrasi akibat iklim memang semakin umum terjadi. Namun studi terkini mengungkap faktor sosial ekonomi masih memegang peranan penting yang memengaruhi keputusan orang untuk mengungsi.
Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Skövde, Swedia bekerja sama dengan beberapa lembaga internasional juga menunjukkan bagaimana kecerdasan buatan (AI) dapat memprediksi migrasi di masa mendatang dan mendukung masyarakat yang rentan akibat perubahan iklim.
Dikutip dari Phys, Sabtu (12/10/2024) jutaan orang terpaksa meninggalkan rumah mereka setiap tahun akibat peristiwa terkait iklim seperti kekeringan dan banjir.
Baca juga: Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim
Terlepas dari pengaruh iklim, faktor sosial ekonomi sering kali memegang peranan lebih besar dalam menentukan apakah seseorang akan bermigrasi.
Dalam sebuah studi yang diterbitkan di Operations Research Forum, para peneliti dari Universitas Skövde telah menggunakan AI dan pembelajaran mesin untuk menganalisis kumpulan data besar dan mengidentifikasi faktor-faktor paling berpengaruh yang memengaruhi migrasi.
"Dengan menggunakan AI, kami mampu menganalisis berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jaringan sosial, infrastruktur, dan langkah-langkah dukungan, serta data iklim, untuk memberikan gambaran yang lebih rinci tentang siapa yang mungkin bermigrasi dan kapan," kata Juhee Bae, Dosen Senior Informatika di Universitas Skövde dan salah satu peneliti di balik studi tersebut.
Studi mengungkap peristiwa terkait iklim seperti kekeringan berkepanjangan atau banjir besar sangat terkait dengan migrasi internasional.
Baca juga: Karena Perubahan Iklim, Sungai Jadi Mengering Lebih Cepat
Sebaliknya, stresor iklim yang tidak terlalu parah lebih mungkin mengakibatkan migrasi internal di suatu negara.
Studi tersebut juga membeberkan bahwa pria yang lebih muda dan setengah baya, serta individu dengan saudara atau teman di luar negeri, lebih cenderung mempertimbangkan untuk bermigrasi saat kondisi cuaca memburuk.
"AI membantu kami mengidentifikasi pola yang sulit dideteksi dengan metode tradisional. Ini merupakan langkah penting untuk memprediksi migrasi di masa mendatang dan dengan demikian menyediakan alat yang lebih baik bagi masyarakat yang rentan untuk mengelola dampak perubahan iklim," lanjut Bae.
Dengan menggabungkan data sosial ekonomi dengan data cuaca, model AI dapat memprediksi komunitas mana yang paling rentan.
Hal ini dapat membantu para pengambil keputusan dan negara dalam mengembangkan strategi untuk mendukung wilayah yang berisiko.
Baca juga: PBB: Penerapan Teknologi dan AI Bantu Atasi Krisis Iklim
"Studi ini menawarkan informasi berharga yang dapat membantu pemerintah dan organisasi internasional mengembangkan strategi untuk mengatasi migrasi terkait iklim. Dengan menggunakan data yang relevan, dimungkinkan untuk memprediksi wilayah mana yang paling rentan terhadap peristiwa cuaca ekstrem dan merencanakan tindakan pencegahan sebelumnya," kata Bae.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya