KOMPAS.com - Kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara captive di Indonesia meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir dan terus bertambah.
Menurut analisis Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) dan Global Energy Monitor (GEM), kapasitas PLTU captive di Indonesia pada 2026 bisa menyalip kapasitas terpasang PLTU di Australia.
PLTU batu bara captive adalah pembangkit yang dioperasikan dan dimiliki oleh perusahaan tertentu untuk menyuplai kebutuhan listriknya sendiri.
Baca juga: Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022
Selama setahun saja, antara Juli 2023 hingga Juli 2024, kapasitas terpasang PLTU captive di Indonesia telah bertambah 4,5 gigawatt (GW).
Menurut analisis CREA dan GEM, penambahan PLTU captive akan terus berlanjut. Estimasinya, akan ada tambahan 11,04 GW hingga 2026.
Estimasi tersebut didasarkan pada PLTU captive dari semua tahapan mulai dari konstruksi, pra-izin, dan pengumuman.
Sampai saat ini, sudah ada sekitar 15,2 GW PLTU captive yang telah terpasang. Jika estimasi tersebut ditambahkan, kapasitas terpasang PLTU captive di Indonesia bisa mencapai 26,24 GW pada 2026.
Baca juga: Waspadai Risiko Greenwashing dari PLTU Batu Bara Captive
Jumlah tersebut lebih besar dari total kapasitas terpasang PLTU batu bara di seluruh Australia per 2023.
Sebagian besar penambahan PLTU batu bara captive di Indonesia dimanfaatkan untuk menyuplai kebutuhan energi industri padat energi, seperti nikel.
Di sisi lain, estimasi peningkatan PLTU captive tersebut dinilai mengancam target iklim Indonesia.
Analis CREA Kahterine Hasan mengatakan, kemauan Indonesia untuk memenuhi komitmen iklim global terlihat jelas dalam Just Energy Transition Partnership (JETP) serta draf Second Nationally Determined Contribution (SNDC).
"Akan tetapi, efektivitas tindakan ini terancam oleh kapasitas batu bara yang terus meningkat," kata Hasan dalam siaran yang dikutip Senin (23/12/2024).
Baca juga: PLTU Captive Tantangan Utama Dekarbonisasi Ketenagalistrikan Indonesia
Hasan mendorong Indonesia benar-benar menetapkan jadwal yang jelas dan ambisius untuk pensiun dini PLTU batu bara dan integrasi energi terbarukan.
Pasalnya, implementasi tersebut akan membantu menarik investasi energi bersih yang dibutuhkan Indonesia untuk mengamankan posisi strategis dalam rantai pasokan energi terbarukan global.
Peneliti Senior GEM Lucy Hummer mengatakan, pemensiunan PLTU batu bara dalam transisi energi Indonesia tidak boleh terbatas hanya pada sektor kelistrikan.
Dia menegaskan, PLTU batu bara captive juga harus menjadi target pemensiunan dini.
"Sebagai pemasok utama mineral penting untuk rantai pasokan energi bersih global, Indonesia harus memanfaatkan rencana nasionalnya dan menghentikan PLTU batu bara captive untuk mendekarbonisasi industri yang padat energi seperti nikel," papar Hummer.
Baca juga: Pertama di Dunia, Satelit yang Mampu Pantau Karbon Dioksida PLTU Captive Diluncurkan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya