Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Kepulauan Kecil Hadapi Bencana akibat Perubahan Iklim

Kompas.com, 17 Desember 2024, 19:17 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Studi komprehensif pertama tentang kesehatan dan perubahan iklim di negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang mengungkap dampak krisis di wilayah tersebut.

Penelitian juga menyerukan adanya tindakan dari negara-negara kaya untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Menurut laporan dari Lancet Countdown, sekitar 65 juta orang yang tinggal di negara-negara kepulauan kecil di dunia menghadapi bencana akibat dampak kesehatan dari kerusakan iklim.

Hal tersebut dapat terjadi karena gelombang panas, kekeringan, penyakit yang ditularkan serangga, dan cuaca ekstrem yang makin parah karena krisis iklim.

Baca juga:

"Salah satu tantangan utama adalah panas karena itu bisa memengaruhi kesehatan secara fisiologis tetapi juga lingkungan laut yang merupakan bagian besar dari budaya dan pola makan negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang," ungkap Georgiana Gordon-Strachan, direktur pusat Lancet Countdown, seperti dikutip dari Guardian, Selasa (17/12/2024).

Panas juga bakal memengaruhi peristiwa cuaca ekstrem, karena begitu lautan menghangat, energi panas tersebut memicu lebih banyak badai dahsyat dan badai yang berkembang sangat cepat.

Panas juga memengaruhi kapasitas tenaga kerja, dengan orang-orang yang dapat bekerja dengan aman selama lebih sedikit jam di luar ruangan.

"Panas akan memengaruhi negara kepulauan dengan cara yang serius, mulai dari peristiwa ekstrem, hilangnya rumah, nyawa, serta mata pencaharian," ungkap Gordon-Strachan.

"Temuan yang mengkhawatirkan ini memperingatkan kita bahwa kerugian dan kerusakan yang sudah dirasakan sebagai akibat dari perubahan iklim akan memburuk hingga ke titik bencana tanpa tindakan yang terpadu dan ambisius,” ungkap Roannie Ng Shiu dari Universitas Auckland, Selandia Baru menambahkan.

Selain itu, lebih dari satu juta orang yang tinggal di daerah dataran rendah negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang di wilayah Pasifik, Karibia, Atlantik, Samudra Hindia, dan Laut Cina Selatan kemungkinan juga akan mengungsi karena naiknya permukaan air laut.

Baca juga:

Laporan pun memperingatkan pula mengenai meningkatnya kerawanan pangan karena lingkungan laut tidak stabil, yang mendorong meningkatnya angka masalah kesehatan kronis seperti diabetes dan obesitas.

Sementara sistem kesehatan di negara-negara tersebut tidak siap menghadapi dampak krisis iklim. Hanya delapan dari 59 negara yang diteliti memiliki strategi iklim dan kesehatan nasional, dan sebagian besar tidak memiliki proyeksi iklim yang diperlukan untuk menyelesaikan penilaian kerentanan dan risiko.

Untuk menangani masalah tersebut, laporan menyebut perlu tindakan internasional dari negara-negara berpendapatan tinggi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca karena negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang sendiri secara kolektif memiliki emisi yang rendah.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau