Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Perubahan Iklim Sebabkan Gempa Jadi Lebih Sering?

Kompas.com - 21/12/2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Negara kepulauan tetangga Indonesia, Vanuatu, diguncang gempa hebat bermagnitudo 7,3 pada Selasa (17/12/2024).

Gempa bumi tersebut menimbulkan kerusakan hebat. Sedikitnya 14 orang dilaporkan tewas akibat gempa, sebagaimana dilansir AFP.

Sama seperti Indonesia, letak Vanuatu dilewati oleh Cincin Api Pasifik atau Pacific Ring of Fire, sabuk gunung berapi dan lempeng tektonik yang membentang di kawasan Pasifik.

Baca juga: Produksi Kentang Terancam karena Perubahan Iklim

Letak tersebut membuat Vanuatu kerap diguncang gempa bumi karena berada di zona yang sangat aktif secara seismik.

Di satu sisi, negara-negara kini harus lebih waspada karena menurut penelitian terbaru, perubahan iklim bisa saja mengubah pola gempa bumi.

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id
Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!

Menurut penelitian yang dilakukan ilmuwan Colorado State University (CSU), perubahan iklim bisa memicu gempa bumi lebih sering.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Geology tersebut menganalisis Pegunungan Sangre de Cristo di Colorado selatan, Amerika Serikat (AS), sebuah pegunungan dengan patahan aktif yang membentang di sepanjang tepi baratnya.

Saat melakukan studi, tim peneliti menemukan bahwa patahan di sana telah tertahan oleh berat gletser selama zaman es terakhir. Namun, saat es mencair, pergerakan di sepanjang patahan meningkat.

Baca juga: Negara Kaya dan Kepulauan Saling Tuding soal Biang Kerok Perubahan Iklim

Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas seismik di sepanjang patahan dapat menjadi lebih sering terjadi ketika gletser mencair.

"Perubahan iklim terjadi pada tingkat yang jauh lebih cepat daripada yang kita lihat dalam catatan geologi," kata penulis pertama studi tersebut, Cece Hurtado, sebagaimana dilansir Euronews, Jumat (20/12/2024).

Ia menambahkan, temuan itu menunjukkan bahwa saat perubahan iklim mengubah beban es dan air, area tektonik aktif mungkin menjadikan gempa bumi lebih sering karena kondisi yang berubah dengan cepat.

"Kita melihat ini dalam penyusutan gletser pegunungan yang cepat di Alaska, Himalaya, dan Alpen. Di banyak wilayah ini, terdapat juga tektonik aktif," sambungnya.

Dalam studi-studi sebelumnya, ditemukan bahwa selama ini iklim menyesuaikan diri dengan perubahan seismik di permukaan Bumi.

Baca juga: Negara Kepulauan Kecil Hadapi Bencana akibat Perubahan Iklim

Contohnya, aktivitas tektonik pegunungan mengubah sirkulasi atmosfer dan curah hujan, sebagaimana dilansir Phys.org.

Akan tetapi, baru sedikit penelitian yang menyelidiki pengaruh iklim terhadap aktivitas tektonik. Dan penelitian ini merupakan satu dari sedikit penelitian yang menghubungkan aktivitas seismik dengan iklim.

Penulis lain dari studi tersebut, Sean Gallen, menuturkan, temuan tersebut memberikan informasi penting tentang faktor apa saja yang memicu gempa bumi, sehingga menjadi informasi penting untuk asesmen bahaya.

"Ini adalah bukti yang meyakinkan. Ini menunjukkan bahwa atmosfer dan bumi padat memiliki hubungan erat yang dapat kita ukur di lapangan," ujarnya.

Baca juga: Karena Perubahan Iklim, Padang Tundra Arktik Lepaskan Lebih Banyak Emisi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Perusahaan Sawit Didenda Rp 282 Miliar Atas Kasus Kebakaran Lahan
Perusahaan Sawit Didenda Rp 282 Miliar Atas Kasus Kebakaran Lahan
Pemerintah
KKP Targetkan Produksi Ikan Naik Usai Revitalisasi Tambak Pantura
KKP Targetkan Produksi Ikan Naik Usai Revitalisasi Tambak Pantura
Pemerintah
DLH Jabar Denda Rp 3,5 Miliar Perusahaan yang Cemari Sungai Citarum
DLH Jabar Denda Rp 3,5 Miliar Perusahaan yang Cemari Sungai Citarum
Pemerintah
Kemenhut Dapat Dana Rp 4,93 Triliun, Terbesar untuk Konservasi SDA dan Ekosistem
Kemenhut Dapat Dana Rp 4,93 Triliun, Terbesar untuk Konservasi SDA dan Ekosistem
Pemerintah
Cegah Banjir di Jabodetabek, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca 24 Jam
Cegah Banjir di Jabodetabek, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca 24 Jam
Pemerintah
Lingkungan Kotor dan Banjir Picu Leptospirosis, Pakar: Ini Bukan Hanya Soal Tikus
Lingkungan Kotor dan Banjir Picu Leptospirosis, Pakar: Ini Bukan Hanya Soal Tikus
Swasta
Hijaukan Pesisir, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove di Probolinggo
Hijaukan Pesisir, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove di Probolinggo
BUMN
Kematian Lansia akibat Gelombang Panas Melonjak 85 Persen Sejak 1990-an
Kematian Lansia akibat Gelombang Panas Melonjak 85 Persen Sejak 1990-an
Pemerintah
Larangan Plastik Segera dan Serentak Hemat Uang 8 Triliun Dolar AS
Larangan Plastik Segera dan Serentak Hemat Uang 8 Triliun Dolar AS
Pemerintah
Digitalisasi Bisa Dorong Sistem Pangan Berkelanjutan
Digitalisasi Bisa Dorong Sistem Pangan Berkelanjutan
LSM/Figur
Lama Dilindungi Mitos, Bajing Albino Sangihe Kini Butuh Proteksi Tambahan
Lama Dilindungi Mitos, Bajing Albino Sangihe Kini Butuh Proteksi Tambahan
LSM/Figur
Melonjaknya Harga Minyak Bisa Percepat Transisi Energi Hijau Global
Melonjaknya Harga Minyak Bisa Percepat Transisi Energi Hijau Global
Pemerintah
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
Pemerintah
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
LSM/Figur
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau