KOMPAS.com - Sebuah studi berjudul Drivers of Global Tourism Carbon Emissions mengungkap, emisi gas rumah kaca (GRK) makin meningkat seiring tumbuhnya aktivitas pariwisata di seluruh dunia.
Berdasarkan studi yang dipublikasikan di jurnal Nature tersebut, industri pariwisata telah mengalami pertumbuhan dan permintaan yang sangat besar dan dapat menimbulkan masalah jika tidak menerapkan prinsip-prinsip yang berkelanjutan.
Seperti yang kita ketahui, sektor pariwisata melibatkan perjalanan dengan pesawat, menggunakan mobil pribadi, dan mengonsumsi energi di hotel dan tempat lain.
Baca juga: Bagaimana Perempuan Memimpin Pengurangan Emisi Global?
Dikutip dari Know ESG, Senin (23/12/2024), peneliti menemukan pariwisata global bertanggung jawab atas sekitar 9 persen dari total emisi GRK.
Dari jumlah tersebut, China tercatat sebagai negara penyumbang emisi terbesar diikuti oleh Amerika Serikat dan India.
Antara tahun 2009 hingga 2019 sendiri, emisi karbon dioksida (CO2) di sektor pariwisata meningkat 3,5 persen pada tingkat tahunan, jauh lebih cepat daripada tingkat emisi ekonomi global secara keseluruhan.
Sederhananya, pariwisata menjadi padat karbon dari waktu ke waktu.
Baca juga: Industri Tinggi Karbon Berhasil Pangkas Emisi Tapi Tidak Cukup Cepat
Periode tersebut juga menunjukkan peningkatan emisi sebesar 1,5 gigaton CO2, setara dengan emisi tahunan dari seluruh Amerika Latin dan Karibia jika digabungkan.
Lebih lanjut, studi ini juga mencatat bahwa peningkatan emisi terutama disebabkan oleh lonjakan wisatawan domestik.
Khususnya di China, AS, dan India di mana banyak orang bepergian di dalam negeri mereka sendiri dengan menggunakan mobil pribadi yang menyebabkan emisi yang lebih tinggi.
Perjalanan ke luar negeri di China pun juga meningkat sehingga berkontribusi pada jejak karbon pariwisata yang lebih besar.
Selain itu, faktor naiknya emisi ini juga dipengaruhi adanya peningkatan populasi dan penggunaan mobil berbahan bakar bensin dan solar, terutama di negara-negara seperti India yang teknologi bersihnya seperti kendaraan listrik (EV) belum tersebar luas.
Baca juga: China Diprediksi Akan Capai Emisi Karbon Tertinggi pada 2025
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya