Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China Diprediksi Akan Capai Emisi Karbon Tertinggi pada 2025

Kompas.com - 29/11/2024, 16:16 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laporan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mengungkapkan, bahwa emisi karbon dioksida di China akan mencapai puncak tertinggi pada 2025.

Sebanyak 44 persen ahli iklim dari akademisi dan industri memercayai laporan tersebut.

Mengutip The Guardian, Jumat (29/11/2024), batu bara menyumbang hampir 80 persen emisi bahan bakar fosil di China. Para ahli menyebut, konsumsi batu bara di China naik 20 persen dibandingkan 2023.

Baca juga:

"China sudah berencana untuk mengurangi konsumsi batu bara setelah 2026, tetapi pengurangan ini harus cukup drastis dan cepat jika China ingin mencapai tujuan netralitas karbon 2060," ungkap pendiri People of Asia for Climate Solutions Wang Xiaojun.

Kendati demikian, lanjut dia, belum ada tanda pemerintah China akan menghentikan penggunaan batu bara. Hal ini menyusul pemadaman listrik yang terjadi pada 2021 dan 2022 karena konflik di Ukraina.

Investasi Energi Bersih

Berdasarkan catatan, China berkontribusi atas 90 persen pertumbuhan emisi karbon dioksida sejak 2015. Karenanya, negara ini akan melakukan transisi global.

Saat ini, China memimpin dunia dalam hal investasi energi bersih. Berdasarkan analisis CREA, energi bersih menyumbang 154,4 miliar Euro untuk ekonomi pada tahun lalu, dan pendorong pertumbuhan pendapatan domestik bruto (PDB).

China juga mulai beralih ke industri hijau berteknologi tinggi, antara lain panel surya, kendaraan listrik dan baterai, serta menarik investasi yang sangat besar.

Baca juga:

“Industri energi bersih telah muncul sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Saat Tiongkok melanjutkan transisinya, manfaatnya menjadi makin terlihat,” jelas salah satu penulis laporan CREA Shi Xunpeng.

Analis dari CREA Lauri Myllyvirta sempat meneliti kemampuan China untuk mengurangi intensitas karbon ekonominya , jumlah karbon dioksida yang dilepaskan untuk menghasilkan satu unit listrik.

"Berdasarkan Perjanjian Paris, China perlu mempercepat penyebaran energi terbarukan atau memandu pembangunan ekonomi ke arah pengurangan intensif energi," tutur Myllyvirta.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau