KOMPAS.com - Laporan dari World Economic Forum menemukan industri tinggi karbon seperti baja, ekspedisi, penerbangan, dan kimia telah membuat kemajuan dalam mengurangi emisi.
Akan tetapi industri tersebut tidak cukup cepat dalam mengurangi emisi dan dapat mencapai target nol emisi global pada 2050.
Temuan ini didapat setelah World Economic Forum meneliti delapan industri yang sulit dikurangi emisinya, termasuk di dalamnya adalah baja, aluminium, semen, kimia, minyak dan gas, penerbangan, pengiriman, angkutan truk (trucking).
Sektor-sektor ini secara kolektif menyumbang 40 persen emisi gas rumah kaca (GRK) global.
Dikutip dari Edie, Rabu (18/12/2024) menurut laporan, emisi dari delapan sektor tersebut turun sebesar 0,9 persen antara tahun 2022 dan 2023, bahkan ketika emisi terkait energi global meningkat sebesar 1,3 persen selama periode yang sama.
Meskipun permintaan rata-rata meningkat sebesar 9,2 persen antara tahun 2019 dan 2023, sektor-sektor ini berhasil mengurangi total emisi dan intensitas emisi, yang menunjukkan bahwa upaya dekarbonisasi telah dipisahkan dari pertumbuhan permintaan.
Baca juga:
Sektor-sektor seperti aluminium, semen, kimia, penerbangan dan trucking mencapai pengurangan intensitas emisi melalui peningkatan penggunaan listrik terbarukan dan praktik daur ulang yang lebih baik.
Namun, laporan tersebut menekankan bahwa terlepas dari kemajuannya, industri-industri tersebut masih jauh dari memenuhi target nol emisi global pada tahun 2050.
“Meskipun masih ada jalan panjang yang harus ditempuh, sangat menggembirakan melihat bahwa sektor-sektor yang sulit dikurangi ini membuat langkah maju dalam pengurangan emisi, yang menunjukkan bahwa mereka berinvestasi dalam transisi energi," ungkap Kepala pusat energi dan material WEF, Roberto Bocca.
“Mencapai nol emisi pada tahun 2050 akan membutuhkan kolaborasi dan inovasi keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh sektor untuk meningkatkan modal yang dibutuhkan. Namun, kami sudah memiliki banyak teknologi dan kerangka kebijakan untuk bertindak sekarang,” paparnya lagi.
Laporan memperkirakan pula untuk mencapai emisi nol bersih di delapan sektor tersebut akan membutuhkan investasi tambahan sebesar 30 triliun dollar AS pada pertengahan abad ini.
Dari jumlah tersebut, 13 triliun dollar AS berasal langsung dari industri, sementara 17 triliun dollar AS berasal dari ekosistem yang lebih luas, termasuk pemasok energi.
Penelitian tersebut juga menyoroti bahwa hampir setengah dari pengurangan emisi yang diperlukan dapat dicapai dengan menggunakan teknologi yang tersedia secara komersial.
Selain itu, laporan mencatat selama lima tahun terakhir, intensitas emisi telah menurun sebesar 4,1 persen yang didorong oleh upaya-upaya seperti mengadopsi listrik terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, mengurangi konsumsi batu bara, dan meningkatkan daur ulang.
Baca juga:
Namun, hambatan tetap ada. Suku bunga tinggi, ketidakpastian politik, pembatasan perdagangan, dan infrastruktur terbatas untuk teknologi energi bersih memperlambat kemajuan.
Lebih lanjut, meski pembangunan infrastruktur untuk tenaga rendah karbon telah berkembang, akan tetapi hidrogen dan penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCUS) masih belum meningkat, yang hanya memenuhi kurang dari 1 persen kebutuhan sektoral.
Menurut laporan McKinsey, kapasitas global teknologi CCUS harus setidaknya 60 kali lebih besar dari level tahun 2022 dan hingga 120 kali lebih besar pada tahun 2050 untuk mewujudkan dunia tanpa emisi karbon.
Laporan menunjukkan pula bawa kecerdasan buatan (AI) dapat mendukung kemajuan dalam manajemen aset, mempercepat penelitian dan pengembangan, serta memungkinkan pelaporan karbon yang transparan di tingkat produk.
Namun, perlu dicatat bahwa adopsi AI global yang meluas dapat meningkatkan permintaan listrik, mengintensifkan persaingan untuk sumber daya energi rendah karbon dan mengakibatkan peningkatan emisi pusat data.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya