Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Hidrometeorologi Ekstrem Risiko Terbesar 10 Tahun ke Depan

Kompas.com - 17/01/2025, 13:31 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Edie

KOMPAS.com - Bencana hidrometeorologi ekstrem dan hilangnya keanekaragaman hayati masih dianggap sebagai risiko terbesar selama dekade mendatang.

Hal tersebut terungkap dalam Global Risks Report edisi 2025 dari Word Economic Forum (WEF) yang dipublikasikan 15 Januari.

Disusun berdasarkan survei terhadap lebih dari 900 pakar risiko, pembuat kebijakan, dan pemimpin industri, laporan tersebut memberikan gambaran tentang risiko yang dianggap paling mungkin terjadi dan paling parah selama jangka waktu dua tahun dan sepuluh tahun.

Mengutip Edie, Jumat (17/1/2025), dua risiko teratas untuk dua tahun ke depan tetap sama dari tahun ke tahun adalah misinformasi/disinformasi dan peristiwa cuaca ekstrem.

Baca juga: Biaya Cuaca Ekstrem 2024 Capai 550 Miliar Dollar AS

Christian Aid baru-baru ini memperkirakan bahwa peristiwa cuaca ekstrem mengakibatkan biaya kerusakan sedikitnya 200 miliar dollar AS pada tahun 2024.

Sementara itu, untuk jangka waktu sepuluh tahun, cuaca ekstrem digolongkan sebagai risiko teratas yang mengkhawatirkan.

Selain itu, seperti halnya tahun lalu, para ahli percaya serangkaian potensi risiko lingkungan yang saling terkait dan berjenjang akan berpeluang benar-benar terjadi dalam satu dekade.

Daftar sepuluh teratas untuk sepuluh tahun ke depan mencakup hilangnya keanekaragaman hayati dan runtuhnya ekosistem, kekurangan sumber daya alam, perubahan ekosistem Bumi, dan polusi.

Lebih lanjut, WEF mencatat pula bahwa banyak bisnis besar tidak memprioritaskan manajemen risiko lingkungan dalam strategi mereka.

Menurut laporan WEF, prioritas ketahanan bisnis industri belum terkait dengan iklim dan alam.

Laporan menyebut perusahaan jauh lebih banyak bersiap mengatasi kekurangan ketrampilan dan tenaga kerja.

Sebagian besar khawatir tentang gangguan rantai pasokan, lebih dari seperempatnya bersiap menghadapi gangguan pada infrastruktur yang dapat disebabkan oleh risiko iklim, tetapi tidak menggunakan kerangka lingkungan dalam perencanaan mengatasinya. 

"Dari konflik hingga perubahan iklim, kita menghadapi krisis yang saling terkait yang menuntut tindakan kolektif dan terkoordinasi," kata kepala Global Risks Initiative WEF, Mark Elsner.

"Upaya baru untuk membangun kembali kepercayaan dan mendorong kerja sama sangat dibutuhkan. Konsekuensi dari tidak adanya tindakan dapat dirasakan oleh generasi mendatang," katanya lagi.

Baca juga: Cuaca Ekstrem Diprediksi Terjadi hingga April 2025

Polusi Naik Peringkat

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Ternyata Semut Bisa Bantu Lindungi Tanaman dari Perubahan Iklim

Ternyata Semut Bisa Bantu Lindungi Tanaman dari Perubahan Iklim

LSM/Figur
Dukung Pelestarian Lingkungan, Pertamina Tanam Pohon di Hulu Sungai Ciliwung

Dukung Pelestarian Lingkungan, Pertamina Tanam Pohon di Hulu Sungai Ciliwung

BUMN
Rendahnya Efisiensi Investasi Masih Bayangi Indonesia

Rendahnya Efisiensi Investasi Masih Bayangi Indonesia

Pemerintah
Jakarta Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah lewat Pungutan Retribusi

Jakarta Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah lewat Pungutan Retribusi

Pemerintah
Shell dan Microsoft Masuk 10 Pembeli Kredit Karbon Terbesar 2024

Shell dan Microsoft Masuk 10 Pembeli Kredit Karbon Terbesar 2024

Swasta
Google Beli 100.000 Sertifikat Karbon dari Proyek 'Biochar' di India

Google Beli 100.000 Sertifikat Karbon dari Proyek "Biochar" di India

Swasta
Bencana Hidrometeorologi Ekstrem Risiko Terbesar 10 Tahun ke Depan

Bencana Hidrometeorologi Ekstrem Risiko Terbesar 10 Tahun ke Depan

LSM/Figur
Mencairnya Es Antarktika Bisa 'Bangunkan' 100 Gunung Berapi Bawah Laut

Mencairnya Es Antarktika Bisa "Bangunkan" 100 Gunung Berapi Bawah Laut

LSM/Figur
Grab-BYD Kerjasama Sediakan 50.000 GrabCar Listrik di Asia Tenggara

Grab-BYD Kerjasama Sediakan 50.000 GrabCar Listrik di Asia Tenggara

Swasta
Menteri Lingkungan Hidup: Limbah Makan Bergizi Gratis Akan Jadi Kompos

Menteri Lingkungan Hidup: Limbah Makan Bergizi Gratis Akan Jadi Kompos

Pemerintah
Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Anjlok 50 Persen akibat Perubahan Iklim

Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Anjlok 50 Persen akibat Perubahan Iklim

LSM/Figur
Perdagangan Karbon Internasional di RI Sempat Terkendala Peraturan Ini

Perdagangan Karbon Internasional di RI Sempat Terkendala Peraturan Ini

Pemerintah
Perdagangan Karbon, Upaya Pemerintah Ubah 'Aset Hijau' Jadi Pendorong Ekonomi Berkelanjutan

Perdagangan Karbon, Upaya Pemerintah Ubah "Aset Hijau" Jadi Pendorong Ekonomi Berkelanjutan

Pemerintah
Tanam Mangrove Ditarget 1.500 Hektare Lahan Setahun ke Depan

Tanam Mangrove Ditarget 1.500 Hektare Lahan Setahun ke Depan

Pemerintah
2,48 Juta Karbon dari Indonesia Dijual ke Luar Negeri Mulai 20 Januari

2,48 Juta Karbon dari Indonesia Dijual ke Luar Negeri Mulai 20 Januari

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau