Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabut Berpotensi Jadi Sumber Baru Air untuk Atasi Kekeringan

Kompas.com, 26 Februari 2025, 17:23 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Environmental Science menemukan kabut berpotensi menjadi sumber air yang penting untuk berbagai keperluan penting mulai dari irigasi hingga konsumsi manusia.

Temuan ini pun dapat menjadi solusi dari krisis air yang melanda beberapa wilayah di dunia.

Dalam studi ini, peneliti berfokus pada kabut yang terdapat di Alto Hospicio, kota di tepi Gurun Atacama, Chili yang merupakan tempat terkering di Bumi.

Wilayah itu rata-rata mendapat curah hujan kurang dari satu milimeter setiap tahun.

Mengutip Popular Mechanics, Rabu (26/2/2025) masyarakat sekitar pun bergantung pada sumber air bawah tanah besar yang disebut akuifer bawah tanah.

Baca juga: Permukaan Air Laut Naik 2 Cm Hanya dari Pencairan Gletser

Menurut U.S. Geological Survey, akuifer terbentuk ketika batuan berpori yang mengandung air dengan mudah mengalirkan air ke sumur dan mata air.

Meskipun ini mungkin tampak seperti sumber air yang dapat diandalkan, akuifer di Alto Hospicio belum terisi ulang selama lebih dari 10.000 tahun.

Untuk mengetahui seberapa efektif kabut sebagai sumber air, peneliti menggunakan alat pemanen kabut sederhana dengan sepotong kain kasa yang digantung untuk mencegat kabut.

Tetesan air terbentuk pada kain dan akhirnya mengalir ke selokan menuju tangki penyimpanan. Menurut para peneliti, sistem ini berbiaya rendah, pasif, dan perawatannya mudah.

Setelah penelitian selama setahun pada 2024 lalu, para peneliti menemukan bahwa sistem pemanen kabut dapat menghasilkan rata-rata 2,5 liter air per meter persegi setiap hari.

Selama musim puncak--yang terjadi bulan Agustus hingga September, pemanen kabut berpotensi mengumpulkan 10 liter air per meter persegi sehari.

Baca juga: Kelangkaan Air Jadi Masalah Terbesar Abad Ini

Peneliti juga menyatakan bahwa jaringan pipa sepanjang 17.000 meter persegi dapat menghasilkan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air mingguan (300.000 liter) bagi masyarakat yang menghadapi kesulitan serupa seperti di wilayah Alto Hospicio.

“Temuan kami menunjukkan bahwa kabut dapat berfungsi sebagai sumber air pelengkap perkotaan di daerah kering di mana perubahan iklim memperburuk kondisi stok air.” kata Dr. Virginia Carter Gamberini, salah satu penulis pertama studi tersebut.

Menurutnya lagi, mengatasi kelangkaan air dapat memperbaiki ketimpangan sosial karena pertumbuhan perkotaan dan kekeringan hebat.

"Pengumpulan dan penggunaan air terutama dari sumber nonkonvensional seperti air kabut, merupakan peluang utama untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk,” tambahnya.

sumber https://www.popularmechanics.com/science/green-tech/a63868901/fog-farming-water-vapor/

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau