JAKARTA, KOMPAS.com - Studi yang dilakukan Ecoton menunjukkan, adanya sebaran mikroplastik di area dekat tempat pembuangan akhir (TPA) dan pabrik yang membakar limbahnya menggunakan tungku pembakaran.
Direktur Eksekutif Ecoton, Daru Setyorini, mengungkapkan bahwa mikroplastik yang terbentuk dari pembakaran dapat menyebar di udara, mencemari tanah, memengaruhi rantai makanan, terutama di kawasan pertanian yang berada di sekitar lokasi pembakaran.
Penelitian yang dilakukan di sekitar pabrik tahu di Jawa Timur juga menemukan tingginya kadar dioksin dan furan pada telur ayam lantaran induk ayam memakan pakan yang sudah tercemar.
"Kami meneliti di Tropodo, telur ayam yang induknya mencari makan di sekitar abu pembakaran sampah di pabrik tahu di Sidoarjo, ternyata telurnya mengandung dioksin 70 kali lebih tinggi daripada telur ayam yang aman untuk dikonsumsi menurut standar WHO," ungkap Daru saat dihubungi, Selasa (4/3/2025).
"Ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan plastik sebagai bahan bakar itu bisa meracuni masyarakat karena mudah terlepas ke lingkungan," tambah dia.
Para peneliti menemukan hal serupa pada lokasi yang sempat diteliti di Jawa Barat. Saat ini, TPA tersebut telah ditutup Kementerian Lingkungan Hidup.
Baca juga: Pakaian Jadi Sumber Mikroplastik, Ahli Ungkap Sederet Efeknya
Di sisi lain, Daru menilai pemerintah justru membiarkan penggunaan tungku pembakaran sampah di tempat pengolahan sampah (TPS). Padahal, pembakaran tersebut menimbulkan asap tanpa penyaringan hingga akhirnya berisiko pada kesehatan warga sekitar.
"Ketika sampah plastik itu dibakar secara terbuka, termasuk dengan tungku bakar, maka akan menghasilkan banyak sekali emisi bahan beracun, antara lain dioksin dan furan yang terbukti menyebabkan kanker. Hal itu bisa sebabkan gangguan saraf, pernapasan, ada partikulat, ada mikroplastik," ujar dia.
Kata Daru, plastik dengan bahan aditif seperti BPA, phthalates, dan PVC, melepaskan senyawa dioksin saat dibakar. Racun tersebut dapat mengganggu sistem hormon manusia yang berisiko menyebabkan gangguan reproduksi, keguguran, hingga cacat pada bayi.
Ia merekomendasikan agar pemerintah mengadopsi sistem sanitary landfill dibandingkan teknologi termal untuk pengelolaan sampah.
Pembukaan lahan cekung untuk sampah ini berbiaya lebih murah dan aman. Kendati begitu, Daru menekankan sanitary landfill harus dikelola secara hati-hati untuk mencegah kebakaran.
"Lokalisir (sampah) di TPA dengan sistem landfill yang bagus, yang terlindung dari kebocoran maupun kebakaran dengan pengolahan air lindi yang bagus dan dilakukan pemagaran, pembatasan sebaran racun-racun ini dengan area yang luas," papar Daru.
Di TPA yang menggunakan sistem sanitary landfill, pengeola akan memilah, mengolah, serta mengelompokkan sampah organik, anorganik, maupun residu. Unit pengomposan pun diperlukan untuk mengelola sampah organik.
Baca juga: Mikroplastik Jadi Tantangan Serius di Laut, Bisa Ancam Manusia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya