KOMPAS.com - Tim ilmuwan dari Australia dan Inggris memperingatkan tentang bahaya yang berpotensi muncul karena peningkatan gelombang panas laut di dunia dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam artikel di Nature Climate Change, mereka mencatat bahwa gelombang panas tersebut bisa berdampak negatif pada kehidupan laut dan masyarakat pesisir.
Pasalnya, gelombang panas tersebut juga dapat dikaitkan dengan badai yang menyebabkan malapetaka saat mencapai daratan.
Mengutip Phys, Selasa (4/3/2025), selama beberapa tahun terakhir, para ilmuwan dan pihak lainnya telah mencatat peningkatan jumlah gelombang panas laut di semua lautan dunia, di mana wilayah tertentu lautan mengalami suhu yang lebih tinggi dari rata-rata selama periode waktu yang sangat lama.
Baca juga: Gelombang Panas dan Kekeringan Sebabkan Kerugian Miliaran Dollar AS dalam Setahun
Peneliti menyebut, satu kelompok studi menemukan bahwa suhu gelombang panas pada 2023 hingga 2024 mencapai 240 persen lebih tinggi daripada tahun mana pun yang tercatat dalam sejarah.
Peneliti juga menemukan, makin sering gelombang panas terjadi, makin sulit bagi daerah yang terkena dampaknya untuk pulih.
Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa gelombang panas laut menyebabkan peningkatan penguapan sehingga memicu badai.
Salah satunya adalah Siklon Gabrielle yang menewaskan 11 orang di Selandia Baru pada tahun 2023.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa suhu air yang sangat tinggi dapat menyebabkan lumba-lumba dan paus berenang lebih dekat ke pantai daripada biasanya saat mereka mengikuti mangsanya, yang sering kali membuat mereka terdampar.
Baca juga: Berkat Laut dan Awan, Indonesia Masih Aman dari Gelombang Panas
Tak cukup sampai situ. Suhu air yang lebih tinggi juga merusak terumbu karang, menyebabkan pemutihan, degradasi, atau kematian, yang pada gilirannya menyebabkan hilangnya ekosistem dan kematian makhluk laut yang hidup di sana.
Tim peneliti mengatakan, beberapa tindakan telah diambil oleh kelompok konservasi untuk menyelamatkan beberapa makhluk yang terancam.
Tetapi, pada akhirnya satu-satunya solusi nyata adalah menghentikan memompa gas rumah kaca ke atmosfer.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya