Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lonjakan Permintaan dan Perubahan Iklim Sebabkan Kurangnya Pasokan Tenaga Surya

Kompas.com - 20/04/2025, 09:00 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com-Penggunaan tenaga surya berkembang pesat terutama di daerah tropis, seiring negara-negara di area tersebut berupaya mencapai target netralitas karbon.

Namun, penelitian baru menunjukkan bahwa meskipun penggunaan tenaga surya meningkat, ada kalanya terjadi kekurangan pasokan atau disebut dengan istilah kekeringan tenaga surya ketika permintaan lebih besar dari produksi selama minimal tiga hari.

Kekurangan tenaga surya dapat berdampak besar pada kehidupan sehari-hari jutaan orang, terutama dalam hal akses ke pendinginan yang krusial di daerah tropis dan kemampuan untuk memasak.

Dikutip dari Phys, Sabtu (19/4/2025) dalam studi ini, peneliti dari Chinese Academy of Meteorological Sciences, Beijing, China Yadong Lei bersama rekan-rekannya menganalisis pasokan dan permintaan tenaga surya global dari tahun 1984 hingga 2014.

Mereka mencari periode di mana permintaan tenaga surya melebihi pasokan selama minimal tiga hari berturut-turut.

Baca juga: RWE Pasok Listrik Tenaga Surya untuk Perusahaan Milik Mark Zuckerberg

Penelitian kemudian menemukan bahwa beberapa wilayah secara signifikan lebih sering mengalami kekurangan. Wilayah tersebut antara lain wilayah barat Amerika Serikat, Brasil bagian timur, Asia Tenggara serta sebagian besar Afrika.

Setiap wilayah ini mengalami rata-rata setidaknya lima kali "kekeringan tenaga surya" setiap tahun selama periode penelitian.

Penelitian juga menemukan bahwa frekuensi "kekeringan tenaga surya" cenderung meningkat dari waktu ke waktu, dengan rata-rata peningkatan 0,76 kekurangan tambahan per dekade. Ini mengindikasikan bahwa masalah kekurangan pasokan tenaga surya berpotensi menjadi lebih buruk di masa depan.

Peningkatan rata-rata 0,76 kekurangan per dekade itu pun bertanggung jawab atas hampir sepertiga (29 persen) dari seluruh kejadian kekurangan tenaga surya yang disebabkan oleh faktor cuaca selama periode penelitian.

Kekurangan pasokan tenaga surya tidak hanya disebabkan oleh satu hal, namun menurut mereka dipengaruhi oleh beberapa hal.

Cuaca panas ekstrem meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pendinginan (seperti penggunaan AC), yang secara otomatis meningkatkan permintaan listrik.

Kemudian yang kedua, kondisi cuaca mendung, hujan lebat, atau tingginya tingkat polusi udara (seperti kabut asap tebal) dapat menghalangi sinar matahari mencapai panel surya, sehingga mengurangi atau menekan produksi listrik tenaga surya.

Inilah ironi dan tantangan utama. Ketika masyarakat paling membutuhkan listrik untuk menjaga kenyamanan dan keamanan mereka dari panas, justru saat itulah pasokan tenaga surya cenderung menurun.

Baca juga: China Bikin Pembangkit Listrik Tenaga Surya Lepas Pantai Terbesar di Dunia

Para peneliti juga menggunakan model untuk memperkirakan bagaimana frekuensi dan tingkat keparahan (seberapa besar dampak) kekurangan tenaga surya dapat berubah di masa depan, tergantung pada seberapa banyak emisi gas rumah kaca yang dihasilkan secara global.

Berdasarkan skenario moderat, para peneliti memprediksi peningkatan yang signifikan pada "kekeringan tenaga surya" pada akhir abad ini di mana frekuensi kekurangan pasokan tenaga surya diperkirakan akan terjadi tujuh kali lebih sering dibandingkan dengan periode 1984-2014.

Sementara dampak dari setiap kekurangan juga diperkirakan akan menjadi 30 persen lebih besar.

Dalam skenario di mana emisi gas rumah kaca berhasil dikurangi secara signifikan, trennya berbeda.

"Kekeringan tenaga surya" diperkirakan akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2060-an dan kemudian mulai menurun. Emisi yang lebih rendah akan mengurangi intensitas dan frekuensi gelombang panas, yang merupakan salah satu pendorong utama kekurangan tenaga surya.

Temuan penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Lonjakan Permintaan dan Perubahan Iklim Sebabkan Kurangnya Pasokan Tenaga Surya

Lonjakan Permintaan dan Perubahan Iklim Sebabkan Kurangnya Pasokan Tenaga Surya

Pemerintah
KKP Tegaskan Tak Boleh Ada Privatisasi di Pantai Labuan Bajo

KKP Tegaskan Tak Boleh Ada Privatisasi di Pantai Labuan Bajo

Pemerintah
'Sustainable Aviation Fuel' Bakal Tekan 718 Mega Ton CO2 di 2050

"Sustainable Aviation Fuel" Bakal Tekan 718 Mega Ton CO2 di 2050

Pemerintah
Gapki Minta Beban Ekspor Dikurangi akibat Perang Dagang

Gapki Minta Beban Ekspor Dikurangi akibat Perang Dagang

LSM/Figur
Microsoft Capai 90,9 Persen Sirkularitas Perangkat Keras, Lampaui Target Nol Sampah 2025

Microsoft Capai 90,9 Persen Sirkularitas Perangkat Keras, Lampaui Target Nol Sampah 2025

Pemerintah
Inggris-RI Perkuat Kerja Sama Atasi Krisis Iklim hingga Biodiversitas

Inggris-RI Perkuat Kerja Sama Atasi Krisis Iklim hingga Biodiversitas

Pemerintah
Rumah Tamadun, Sulap Limbah Sawit Jadi Produk Ramah Lingkungan

Rumah Tamadun, Sulap Limbah Sawit Jadi Produk Ramah Lingkungan

BUMN
Penggunaan BBM Kualitas Rendah Perlu dibatasi untuk Pangkas Emisi

Penggunaan BBM Kualitas Rendah Perlu dibatasi untuk Pangkas Emisi

Pemerintah
Bahlil Proyeksikan PLTN Beroperasi di 2030 Mendatang

Bahlil Proyeksikan PLTN Beroperasi di 2030 Mendatang

Pemerintah
Unhas dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

Unhas dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

LSM/Figur
Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Pemerintah
MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

BUMN
Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Swasta
Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

LSM/Figur
Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau