KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal menyusun direktorat baru ke dalam struktur organisasi kementerian untuk mempercepat transisi energi.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam Sosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2025, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
"Kami di internal sekarang sedang melakukan penyusunan struktur organisasi baru untuk mendorong upaya transisi energi agar bisa lebih cepat," ucap Dadan, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Keuntungan Cepat Didapat, Energi Terbarukan Perlu Jadi Fokus Danantara
Dadan menuturkan, direktorat baru tersebut merupakan pecahan dari Direktorat Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) yang saat ini bertanggung jawab terhadap 10 jenis.
Ke-10 EBT tersebut meliputi pembangkit listrik tenaga air, minihidro, mikrohidro, tenaga surya, tenaga bayu, arus laut, sampah, surya atap, surya terapung, dan gasifikasi batu bara.
"Aneka EBT mengurus 10 jenis EBT selain panas bumi dan bioenergi. Kami lagi berpikir untuk memecah supaya ada direktur yang baru di situ," kata Dadan.
Menilai arah transisi energi cenderung kepada kelistrikan, Dadan menuturkan direktorat tersebut kemungkinan akan berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Ketenagalistrikan.
"Kami sedang mengkaji satu direktorat baru untuk mendukung upaya-upaya percepatan transisi energi," papar Dadan.
Baca juga: Teknologi Biogas di Peternakan Jadi Solusi Energi Terbarukan yang Tak Pernah Padam
Dalam kesempatan tersebut, Dadan juga menyampaikan pemerintah tetap menjaga komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan berkontribusi dalam mengatasi perubahan iklim.
Apabila emisi nol atau net zero emission (NZE) yang ditarget 2060 dapat tercapai lebih cepat, Dadan melihat hal tersebut dapat meningkatkan daya saing Indonesia di internasional.
"Banyak yang sudah bilang bahwa kalau kita tidak mendorong EBT, daya saing kita akan turun," ujar Dadan.
Ia merujuk kepada pesatnya perkembangan perekonomian di Vietnam. Menurut Dadan, penyebab tingginya industri yang bergerak ke sana karena negara tersebut dapat menyediakan energi yang lebih bersih daripada Indonesia.
"Tetapi kita punya kesempatan untuk merebut kembali posisi itu," papar Dadan.
Baca juga: Studi: Lebih Banyak Lapangan Golf daripada Proyek Energi Terbarukan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya