KOMPAS.com - Permintaan akan pusat data telah melonjak dengan tumbuhnya industri kecerdasan buatan (AI).
Namun, pertumbuhan itu juga berarti mendorong peningkatan jumlah daya yang besar untuk mendukung teknologi tersebut.
Sebagai informasi, pusat data memakan energi yang sangat besar.
Melansir New York Times, Senin (17/3/2025), fondasi pusat data disebut GPU yang merupakan unit pemrosesan grafis.
Berhubung GPU menjalankan begitu banyak kalkulasi sekaligus, bagian tersebut menggunakan lebih banyak daya atau sekitar empat kali lebih banyak daripada chip tradisional.
Tak heran, laporan dari Badan Energi Internasional menunjukkan konsumsi energi industri AI diperkirakan akan tumbuh setidaknya sepuluh kali lipat antara tahun 2023 dan 2026.
Baca juga: Penyalahgunaan AI Berisiko Perparah Kesenjangan Gender
Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat memperkirakan pertumbuhan teknologi AI mendorong peningkatan jumlah daya yang digunakan pusat data di negara tersebut hingga tiga kali lipat pada 2028.
Konsumsi energi yang tinggi ini pun menjadi permasalahan tersendiri.
Bukan hanya soal bagaimana memenuhi kebutuhan daya untuk operasional, melainkan juga adanya kekhawatiran peningkatan konsumsi energi ini akan membuat perusahaan bergantung ada bahan bakar fosil.
Jadi, apa yang dilakukan perusahaan-perusahaan teknologi untuk mengatasi permintaan daya tersebut?
Jawabannya, perusahaan-perusahaan AI ini pun bertransformasi menjadi perusahaan energi.
Contohnya, yang terjadi pada perusahaan rintisan asal Amerika Serikat yang bergerak di bidang kecerdasan buatan.
Perusahaan yang didirikan oleh Elon Musk tersebut membangun turbin gas tepat di pusat data mereka dan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga gas yang sudah ada di jaringan.
Itu hal termudah dan termurah yang bisa dilakukan.
Selain itu, perusahaan teknologi besar seperti Microsoft, Amazon, Meta dan Google mengatakan komitmennya untuk beralih menggunakan energi bersih seperti energi nuklir.
Salah satu alasannya adalah tenaga nuklir bisa beroperasi sepanjang waktu tidak seperti tenaga surya atau angin.
Baca juga: Indonesia Berkomitmen Bangun Tata Kelola AI Inklusif
"Kami merasa nuklir dapat memainkan peran penting dalam membantu memenuhi permintaan kami, dan membantu memenuhi permintaan kami dengan bersih, dengan cara yang lebih berkelanjutan," kata Michael Terrell, direktur senior energi dan iklim di Google, dikutip dari CNBC.
Microsoft menandatangani kesepakatan dengan perusahaan energi AS Constellation untuk menghidupkan kembali reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir Three Mile Island di Pennsylvania yang sudah tidak beroperasi.
Sementara itu, Amazon juga turut menggelontorkan kesepakatan senilai 500 juta dollar AS dengan Dominion Energy untuk mengeksplorasi pengembangan reaktor nuklir modular kecil di dekat pembangkit listrik tenaga nuklir North Anna milik perusahaan utilitas itu.
Permintaan energi yang besar juga membuat para perusahaan teknologi ini mencoba alternatif lain untuk meningkatkan daya, termasuk reaktor nuklir yang lebih kecil dan lebih mudah dibangun, pabrik fusi nuklir, serta penggunaan baterai.
Baca juga: Penyalahgunaan AI Berisiko Perparah Kesenjangan Gender
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya